Isu SARA ini, kata Qodari, muncul khususnya ketika Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 lalu. Ketika itu, Anies Baswedan berhadapan dengan inkumben Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Isu SARA seperti agama, kata Qodari, menjadi salah satu variabel utama pertimbangan pemilih. “Ada wilayah opini yang menjadi penentu dalam proses politik,” kata Qodari.
Baca: Meski PAN Dukung Prabowo, Sandiaga: Soetrisno Bachir Pro Jokowi
Survei Indo Barometer pada Januari 2018 menyebutkan ada lima alasan kenapa seseorang memilih calon presiden. Selain tegas dan merakyat, agama menjadi pertimbangan.
Sigi lembaga survei Poltracking periode Februari lalu juga mengamini hal ini. Dalam survei pada kurun 27 Januari hingga 3 Februari 2018 dengan melibatkan 1.200 responden, sebanyak 58,5 persen memilih agama menjadi fator paling berpengaruh dalam pemilihan.
Karena itulah, tak heran jika PKS ingin menempatkan Sandiaga sebagai santri Post-Islamisme. Apalagi, calon inkumben Joko Widodo memilih sesepuh Nahdlatul Ulama (NU) yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin, sebagai calon wakil presiden. Mesin partai koalisi Prabowo - Sandiaga yaitu PKS, PAN, Gerindra, Demokrat, dan Partai Berkarya akan menghitung faktor ini.
Wakil Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Dewan Pimpinan Pusat PKS Sukamta menegaskan salah satu ciri Sandiaga yang bisa dilihat sebagai sosok santri post-Islamisme adalah kedekatan dia dengan tokoh-tokoh agama. "Kedekatan dengan ulama dan perilaku Islami yang menunjukkan kesalehan pribadi itu bagian tidak terpisahkan," katanya lewat pesan singkat kepada Tempo, Sabtu, 11 Agustus 2018.
Simak: Bertemu Anak Buah Jokowi, Sandiaga Uno Diskusi Soal Ini
Sukamta menjelaskan, ciri utama aktivis post-Islamisme adalah cenderung pragmatis, realistis, dan bersedia berkompromi dengan realitas meski tidak selalu ideal. Namun ia membantah Sandiaga atau aktivis post-Islamisme ini sekuler. Ia berujar Sandiaga dan para tokoh post-Islamisme tidak lagi terobsesi dengan penerapan ajaran Islam yang kaku.
Di lain sisi, anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade menyindir pilihan kubu Jokowi. Ia mengatakan, "Kalau kubu sebelah (cawapres) orang tua, di kubu kami (cawapres) anak muda," kata Andre di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis, 9 Agustus 2018.
Baca juga: Menjelang Tes Kesehatan, Sandiaga Uno Pilih Istirahat
Jika merujuk pada segmen pemilih Islam, Jokowi memang unggul. Qodari menyebut, bahkan Amien Rais yang biasa mengkritik Jokowi pun kini bisa berpikir dua kali menyerang ke-Islam-an Jokowi, karena ada figur Ma’ruf Amin di sebelahnya. Serangan berbau SARA pun mulai mengendur.
Namun, sindiran Andre soal usia Ma'ruf harus benar-benar diperhatikan. Soalnya Jokowi berpotensi ditinggalkan pemilih anak muda dan kelas menengah. Pengamat Politik Universitas Padjajaran Muradi menilai pilihan calon wakil presiden Joko Widodo yang jatuh kepada Maruf Amin membuat basis pemilihnya dari kalangan kelas menengah ngambek.
Apa alasan kelas menengah dan milenial bisa ngambek memilih Jokowi? Baca kelanjutannya...