TEMPO.CO, Bekasi - Hanya karena beda pilihan, seorang guru dipecat usai pelaksanaan pilkada serentak 2018 yang baru lalu. Ini dialami Rabiatul Dawiyah, seorang guru muda di sebuah yayasan pendidikan di Kota Bekasi. Pemecatan dilakukan secara verbal oleh direktur pendidikan yayasan lewat percakapan grup Whatsapp yang salinan layarnya viral di media sosial paad Rabu malam 27 Juni 2018.
“Koq bisa ya bu pilihannya lain? padahal yayasan sudah jelas arahan n pilihannya," kata seorang pria bernama Fahrudin dalam salinan layar perkacapan yang telah dibenarkan Rabia itu. Tempo menemui Rabiatul dan suaminya, Andriyanto, pada Jumat 29 Juni 2018. Andriyanto adalah yang mengunggah layar percakapan itu di Facebook.
BACA:
Memilih Beda Lalu Dipecat Usai Pilkada, Guru di Bekasi Dipecat
Dalam layar percakapan itu, Fahrudin yang belakangan diketahui adalah direktur pendidikan Yayasan Daarunnajaat Maza –yayasan yang menaungi SDIT Darul Maza, tempat mengajar Rabiatul--tak menyebut pilihan yang dimaksud. Rabia lalu membalas, "memangnya knp jika pilihan saya berbeda ustad."
Berawal dari sini, pembicaraan di dalam grup hanya dilakukan oleh dua orang itu. Sampai akhirnya Fahrudin mempersilakan Rabia mencari lembaga lain yang dianggap satu visi dan misi dengan pilihannya. “Terima kasih atas kerjasamanya dan kontribusinya selama ini, mohon maaf atas keputusan ini,” tulis Fahrudin.
Tak ada keterangan resmi yang diberikan yayasan hingga berita ini dibuat, Sabtu 30 Juni 2018. Hanya seorang guru yang bisa ditemui di sekolah itu pada Jumat 29 Juni 2018 yang menyatakan bahwa segala permasalahan telah diselesaikan secara kekeluargaan.
BACA:
Dua Orang Sempat Ditangkap di Pilkada Bekasi, Siapa Mereka?
Rabia dan Andriyanto membenarkan ada perwakilan yayasan datang ke rumahnya pascapercakapan dan pemecatan itu viral. Pun dengan kesepakatan untuk tidak memperpanjang masalah yang muncul di grup percakapan Whatsapp itu. Namun Rabia menyatakan tak akan kembali bergabung.
“Saya memilih mencari lembaga pendidikan lain untuk mengajar,” katanya. Dia menganggap dirinya telah dipecat. “Sudah tidak ada hubungan lagi dengan yayasan, kami juga tidak ingin memperlebar lagi masalah dengan yayasan," kata dia.
Apa yang dialami Rabia disesali sejumlah kalangan. Di antaranya adalah Ketua PKB Kota Bekasi, Ahmad Ustuchri. Menurut dia, mengajak mencoblos pasangan tertentu tidak masalah dalam pemilihan kepala daerah.
"Masih ada praktek intimidasi di era demokrasi sekarang ini, apalagi lembaga pendidikan yang notabene institusi yang membentuk karakter mulia," kata Ustuchri.
BACA:
Pilkada Kota Bekasi, Ujaran Kebencian Dituduhkan kepada Inkumben
Calon Gubernur Jawa Barat terpilih versi hitung cepat, Ridwan Kamil, juga telah bereaksi. Melalui akun Instagram miliknya, Emil, sapaan Ridwan Kamil, mengucapkan terima kasih karena Robia telah memberikan suara untuk menyumbang kemenangannya dalam pilkada.
“Hatur nuhun pisan untuk pengorbanannya,” tulis Emil. “Cerita Ibu ini tidak akan pernah saya lupakan. Dan menjadi penyemangat agar saya selalu amanah dan menjaga kepercayaan mereka yang berkorban untuk keyakinannya menitipkan mimpinya kepada saya.”
Perpecahan karena pilkada mengingatkan kembali kepada apa yang telah terjadi di Jakarta. Pilkada tahun lalu telah menciptakan jurang lebar di tengah masyarakatnya yang harus dirapatkan kembali dengan susah payah. Kebencian bahkan sampai ke tempat ibadah dimana beberapa masjid menyerukan penolakan menerima jenazah yang pada masa hidupnya memiliki pilihan berbeda.
Tak kurang-kurang sejumlah kalangan, hingga Istana Negara, mengingatkan agar masyarakat tak membiarkan dirinya terpecah hanya karena pilkada. Pilkada sebagai proses demokrasi dalam memilih pemimpin tetap berjalan namun keutuhan di tengah masyarakat, daerah dan negara harus dianggap jauh lebih penting.