TEMPO.CO, Jakarta -Para tahanan kasus terorisme di Rumah Tahanan Markas Komando Brigadir Mobil Kepolisian RI disingkat Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, diduga menghafal rutinitas pengamanan penjara itu. Selama suasana ricuh yang menyebabkan enam orang tewas, puluhan tahanan memasuki ruang barang bukti untuk merebut senjata dan bom rakitan.
Komandan Korps Brimob, Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi, mengatakan senjata dan bom itu adalah barang bukti dalam sejumlah kasus terorisme yang masih dalam penyidikan. Barang bukti itu disimpan dalam sebuah ruangan di gedung yang terpisah dari blok para tahanan. “Patut diduga mereka sudah tahu,” kata Rudy di lokasi kericuhan, Mako Brimob, Depok, Kamis, 10 Mei 2018.
Baca Juga:
Baca : Mako Brimob Rusuh, Ini Cerita Titipan Makanan yang Jadi Pemicu
Pemberontakan tahanan itu terjadi sejak Selasa sore lalu. Dimulai dari seorang tahanan, Wawan Kurniawan, memaki petugas jaga karena titipan makanan dari istri tidak sampai ke tangannya.
Bersama 14 orang yang dikurung bersamanya dalam sebuah sel di Blok C, Wawan menjebol pintu dan pagar sel. Polisi jaga tak berkutik melawan mereka. Kericuhan lalu menyebar ke Blok A dan Blok B hingga mereka menguasai gedung khusus petugas jaga.
Selama jam-jam awal kericuhan itu, para tahanan yang dipimpin Wawan menyandera enam polisi. Lima di antaranya tewas digorok, ditembak di kepala, dan dibacok dadanya. Sementara itu, satu tahanan bernama Beni Samsu Trisno juga tewas ditembak polisi.
Termasuk Beni, ada 156 tahanan dalam penjara itu saat kejadian. Adapun jumlah polisi piket setiap harinya per blok, menurut juru bicara Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, hanya sepuluh orang.
Senjata-senjata barang bukti itu dapat direbut kembali selama proses negosiasi dengan para tahanan. Dalam konferensi pers, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan ada 36 senjata barang bukti yang direbut. Wiranto tidak menyebutkan jumlah bom sitaan yang dirakit ulang para tahanan. Namun setidaknya ada enam ledakan bom dari dalam Mako Brimob selama proses penjinakan. Kerusuhan selama 36 jam ini berakhir pada Kamis pagi.
Seorang pejabat kepolisian mengatakan para tahanan teroris telah mempelajari sistem penjagaan, struktur bangunan, dan rutinitas di penjara itu. Apalagi sebagian di antaranya telah dipenjara selama berbulan-bulan di sana.
Tahanan teroris dibawa menggunakan bus seusai penyergapan pascakerusuhan di rutan cabang Salemba, Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, 10 Mei 2018. Pemindahan 145 narapidana teroris menggunakan jalur darat. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Tapi dia yakin aksi terjadi secara spontan karena tahanan tidak sampai keluar dari kompleks penjara. “Kalau perencanaan sejak jauh hari dan matang, mereka tentu sudah membuat perhitungan bagaimana keluar lingkungan Brimob,” kata dia.
Simak juga : BNPT: Napi Teroris Mako Brimob Belum Ikut Deradikalisasi
Achmad Michdan, pengacara sejumlah tahanan kasus terorisme di Mako Brimob, mengatakan selama ini para tahanan kerap mengeluhkan perlakuan buruk dan korupnya petugas jaga. Dia menekankan, para kliennya tidak pernah merencanakan berkomplot untuk memberontak. “Kejadian ini akumulasi dari masalah-masalah yang ada,” kata dia.
Adapun Wawan dan Beni, dua tahanan yang paling sering disebut namanya dalam kerusuhan Mako Brimob ini, kata Michdan, tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Keduanya ditangkap bersamaan di Pekanbaru pada Oktober 2017 karena mengikuti latihan militer dan latihan merakit bom.
Beberapa Kali Rutan Mako Brimob Bermasalah
Sebelum pecah kerusuhan yang berakhir Kamis dini hari, sudah beberapa kali cabang Rumah Tahanan Salemba di Kelapa Dua atau biasa disebut Rutan Mako Brimob dirundung masalah. Dua kepala rutan dicopot gara-gara masalah tersebut. Kerusuhan terakhir bahkan baru terjadi lima bulan lalu.
-Gayus Tambunan meninggalkan tahanan
Terdakwa kasus mafia pajak dan penyuapan, Gayus Tambunan, meninggalkan Rutan Mako Brimob dan terbang ke Bali. Di Nusa Dua, Gayus tertangkap kamera wartawan sedang menonton turnamen tenis internasional. Kepala Rutan, Komisaris Iwan Siswanto, dan delapan anak buahnya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dari Gayus.
-Penemuan telepon seluler di kamar M. Nazaruddin
Pada Agustus 2011, M. Nazaruddin, tersangka kasus suap proyek Wisma Atlet Palembang, kedapatan menyembunyikan telepon seluler BlackBerry di dalam selnya. Menurut bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu, telepon tersebut milik pengacaranya. Sehari setelah penemuan, Kepala Rutan Komisaris Basuki dicopot dan digantikan Komisaris Christian Tanato.
-Keributan antara penghuni dan petugas
Keributan terjadi di tahanan Mako Brimob pada 10 November 2017. Akibat rusuh tersebut, fasilitas rutan rusak. Pintu sel dan pagar lorong blok dijebol. Kaca-kaca jendela di Blok B dan C pecah. Beredar isu, kerusuhan dipicu oleh aparat yang melempar Al-Quran. Menurut polisi, penyebabnya adalah tahanan yang menolak digeledah oleh Detasemen Khusus 88 Antiterorisme. Dari hasil penggeledahan, polisi menemukan empat telepon seluler.
AVIT HIDAYAT | ALFAN HILMI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | HENDARTYO HANGGI | AJI NUGROHO | BUDIARTI UTAMI PUTRI | EFRI R.