TEMPO.CO, Kuala Lumpur – Koalisi oposisi Malaysia, Pakatan Harapan, diprediksi memenangkan pemilu Malaysia 2018 dengan 111 kursi parlemen dari 165 kursi di Semenanjung Malaya.
Jika ini terjadi maka ini pertama kalinya Barisan Nasional berhasil dikalahkan partai oposisi dalam memerintah Malaysia dalam 61 tahun terakhir. Koalisi Pakatan Harapan diusung oleh empat partai dengan Partai Keadilan Rakyat dan Partai Pribumi Bersatu Malaysia sebagai motornya. Mereka mengusung Mahathir Mohamad, 92 tahun, yang pernah menjadi Perdana Menteri selama 22 tahun sebagai kandidat PM untuk lima tahun ke depan.
Baca:
Eksklusif -- Bridget Welsh: Pemilu Malaysia Diwarnai Kecurangan
Najib Vs Mahathir Beradu Siaran Langsung Jelang Pemilu Malaysia
Sebaliknya, Barisan Nasional, yang diusung 13 koalisi partai politik dengan Partai Umno sebagai motor, mengusung Najib Razak, yang saat ini inkumben PM, sebagai PM untuk periode 5 tahun ke depan.
Ilustrasi Pemilu Malaysia 9 Mei 2018. The Coverage
Prediksi dari hasil survei terbaru ini dikeluarkan lembaga survei Invoke Malaysia, yang diketuai Wakil Presiden Partai Keadilan Rakyat, Rafizi Ramli. Partai ini didirikan bekas Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim.
Baca: Sehari Menjelang Pemilu Malaysia, Dukungan Najib Turun
“Pakatan Harapan dapat memenangkan semua daerah pemilihan di pantai Barat di Semenanjung Malaya kecuali Perlis,” kata Rafizi Ramli seperti dilansir Malaymail dan media Projekmm, Senin, 7 Mei 2018.
Total kursi parlemen yang diperebutkan jika memasukkan negara bagian Sabah dan Sarawak adalah 222. Pada pemilu 2013, BN mendapat 133 kursi di parlemen atau turun dari menguasai 2/3 mayoritas kursi pada pemilu 2008.
Menurut pengamat Malaysia, Dr Awang Azman, perolehan kursi BN bakal terus menurun meskipun dia memprediksi koalisi 13 partai itu masih bisa menguasai mayoritas sederhana di parlemen Dewan Rakyat yaitu di atas 50 persen kursi.
Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menunjukkan jarinya yang ditandai dengan tinta setelah memberikan suara dalam pemilu di di sebuah TPS di Pekan, negara bagian Pahang, Malaysia, Minggu (5/5). AP/Lai Seng Sin
“Ada kecenderungan kursi berkurang bagi Barisan Nasional,” kata Awang kepada Tempo. “Kinerjanya terus menurun.”
Menurut survei Invoke Malaysia, yang digelar selama dua pekan hingga 4 Mei 2018, Pakatan Harapan bakal menguasai Kelantan, yang selama ini dikuasai Partai Islam Se-Malaysia sejak 1990.
Sedangkan Terengganu dan Pahang, menurut survei ini, Barisan Nasional masih menguasainya.
Survei ini melibatkan 11,991 pemilik suara yang tersebar di berbagai daerah pemilihan.
Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad berbicara kepada kelompok pro-demokrasi, Bersih selama protes 1MDB, di Kuala Lumpur, Malaysia, 19 November 2016. REUTERS/Edgar Su
Invoke juga memprediksi Pakatan Harapan bakal menguasai semua kursi di Selangor sebanyak 56 kursi, dan Pulau Pinang sebanyak 40 kursi kecuali di dua kursi di Pulau Mutiara.
Pertarungan politik pada pemilu 2018 ini, seperti dilansir Channel News Asia, merupakan yang tersulit bagi Barisan Nasional setelah selama dua pemilu sebelumnya terus mengalami penurunan perolehan kursi di Dewan Rakyat atau parlemen.
Sejumlah pengamat mengatakan kepada Tempo bahwa Najib Razak mengalami masalah popularitas sebagai seorang Perdana Menteri. “Najib menjadi tokoh Perdana Menteri paling tidak populer dalam sejarah (Malaysia) menjelang pemilu,” kata Welsh, yang juga merupakan seorang associate professor bidang ilmu politik di John Cabot University in Roma, Italia, kepada Tempo lewat email, Selasa, 24 April 2018.
Pengamat Bridget Welsh dan Awang Azman dari University of Malaya, Malaysia, mengatakan ada dua isu besar yang membebani Najib Razak yaitu isu skandal dugaan korupsi 1MDB dan kenaikan harga kebutuhan pokok dengan penerapan kebijakan pajak Goods and Services Tax.
“Isu kebutuhan pokok masih menjadi isu utama bagi rakyat Malaysia,” kata Awang Azman. “Harga-harga naik karena GST. Masyarakat menyalahkan pemerintah.”
Pelaksanaan pemilu Malaysia 2018 ini juga mendapat sorotan karena kinerja election commission atau Komisi Pemilihan Umum Malaysia, yang dinilai menguntungkan Barisan Nasional dan Najib Razak.
Ini terlihat dari penghalangan pemasangan foto Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim di sejumlah daerah dan pemilihan waktu pencoblosan pada 9 Mei 2018, yang merupakan hari kerja.
Pengamat Bridget Welsh dan Awang Azman mengatakan pemilihan waktu pencoblosan pada hari kerja merupakan upaya untuk mengurangi partisipasi pemilih terutama yang tinggal di kota besar dan harus kembali ke daerah asalnya untuk mencoblos.
Masyarakat urban, menurut keduanya, lebih kritis dan menjadi basis suara bagi koalisi Pakatan Harapan, yang mengusung Mahathir Mohamad sebagai calon Perdana Menteri. “Pemilih urban lebih condong ke oposisi,” kata Welsh kepada Tempo baru-baru ini.
Lembaga swadaya masyarakat, Bersih, juga mengecam pelaksanaan proses pemilu Malaysia 2018 ini karena dinilai tidak adil dan transparan. Mereka mempertanyakan keputusan EC untuk mendiskualifikasi Wakil Presiden Partai Keadilan Rakyat, Tian Chua. Mereka juga mempertanyakan adanya dugaan 2 juta pemilih terdaftar tanpa alamat yang jelas atau pemilih siluman.