Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

RUU KUHP, Kenapa Pasal Zina dan Homoseksual Rentan Diskriminatif?

image-gnews
Ilustrasi. 123rf.com
Ilustrasi. 123rf.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk Keadilan meminta agar pasal perzinaan dan homoseksual dihapuskan dari Rancangan Undang-Undang KUHP. Alasannya, rumusan pasal-pasal tersebut dianggap multitafsir sehingga rentan memunculkan diskriminasi.

Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro-Perempuan, Ratna Batara Munti, menyebut Pasal 495 dalam RUU KUHP yang mengatur soal homoseksual akan semakin menyudutkan dan menstigmatisasi kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Pasal itu menyebutkan bahwa perbuatan cabul sesama jenis bisa dihukum penjara maksimal 9 tahun untuk anak-anak, dan tambahan sepertiga untuk dewasa. “Setiap orang harusnya dipidana karena perbuatannya, bukan karena perbedaan kondisinya atau seksualitasnya,” kata Ratna di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.

Baca: Perluasan Pasal Perzinaan Bukan Untuk Menghukum LGBT

Menurut Ratna, jika memang harus diberlakukan hukuman untuk pencabulan di bawah umur, tak perlu ada embel-embel sesama jenis di dalam aturan. Baik heteroseksual maupun homoseksual, kata dia, sama-sama warga negara yang tidak bisa dikenai sanksi pidana kecuali atas perbuatan yang mereka lakukan. Apalagi KUHP sudah mengatur pemidanaan yang berlaku untuk semua, sehingga pasal tersendiri yang mengatur homoseksual tidak diperlukan.

Perluasan pasal yang mengatur tentang kriminalisasi kelompok LGBT mengemuka dalam pembahasan RUU KUHP. Dalam rapat Panitia Kerja Komisi Hukum DPR, muncul usul bahwa pidana pencabulan sesama jenis tidak hanya berlaku untuk korban anak di bawah umur tapi juga pencabulan yang dilakukan di antara orang dewasa sesama jenis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, muncul usul untuk memperluas pasal zina. Selama ini perbuatan zina yang bisa dipidana mensyaratkan adanya ikatan perkawinan. Sedangkan dalam Revisi KUHP diusulkan dua orang yang melakukan zina tanpa ikatan perkawinan bisa dipidana dan termasuk dalam delik aduan.

Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nahe'i, mengatakan pasal perzinaan yang tertuang dalam Pasal 484 ayat 1 huruf e RUU KUHP mengatur soal persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan secara sukarela dalam kondisi belum menikah. Meski praktik ini meresahkan masyarakat, kata dia, tidak berarti negara perlu menyelesaikannya dengan pidana. “Tidak semua yang berdosa harus dipenjara,” ujarnya. Menurut Imam, zina adalah tanggung jawab individu kepada Tuhan.

Imam menambahkan, kriminalisasi perzinaan juga mengurangi efektivitas hukum terhadap kasus pemerkosaan. Selain sangat sulit untuk membuktikan tuduhan pemerkosaan, pembuktian delik pemerkosaan dibebankan kepada korban. Artinya, pasal ini justru berpotensi mengkriminalkan perempuan korban pemerkosaan. “Ini juga akan menghalangi perempuan lainnya untuk melaporkan kasus pemerkosaan,” katanya.

Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Junimart Girsang, menilai LGBT dan zina adalah perbuatan menyimpang yang tak bisa diterima secara hukum. Ia mendukung perluasan pasal dalam Revisi KUHP yang membolehkan pihak ketiga melaporkan penyimpangan yang membuatnya tidak nyaman. “Penyimpangan itu, ya, kejahatan. Pelanggaran, selesai itu,” katanya.

HUSSEIN ABRI YUSUF MUDA DONGORAN

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Video Acara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Dihapus dari YouTube

44 hari lalu

Penonton berpose dengan patung cincin Olimpiade Paris 2024, di  Teahupo'o, Tahiti, Polinesia, Prancis - 25 Juli 2024.REUTERS/Carlos Barria
Video Acara Pembukaan Olimpiade Paris 2024 Dihapus dari YouTube

IOC menghapus video acara pembukaan Olimpiade Paris 2024 dari kanal YouTube karena dituduh memparodikan LGBT


Bareskrim Sita Ratusan Obat Perangsang Poppers Asal Cina, Sudah Dinyatakan Berbahaya oleh BPOM

50 hari lalu

Dirtipidnarkoba Bareskim Polri ungkap 2 kasus narkotika, jaringan Malaysia- Indonesia dan Myanmar-Indonesia. Mereka amankan 157 kg sabu. Senin, 22 Juli 2024. Jihan Ristiyanti
Bareskrim Sita Ratusan Obat Perangsang Poppers Asal Cina, Sudah Dinyatakan Berbahaya oleh BPOM

BPOM menyatakan obat perangsang Poppers asal Cina berbahaya. Bareskrim menyita ratusan obat tersebut di Bekasi dan Banten.


Thailand Jadi Negara Asia Tenggara Pertama yang Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis

19 Juni 2024

Anggota komunitas LGBTQ+ bereaksi ketika mereka tiba menghadiri disetujuinya RUU kesetaraan pernikahan dalam pembacaan kedua dan ketiga oleh Senat, yang secara efektif menjadikan Thailand melegalkan pernikahan sesama jenis, di Bangkok, Thailand, 18 Juni 2024. REUTERS/Chalinee Thirasupa
Thailand Jadi Negara Asia Tenggara Pertama yang Legalisasi Pernikahan Sesama Jenis

Senat Thailand mendukung RUU kesetaraan pernikahan dengan suara 130 berbanding empat.


Paus Fransiskus Minta Maaf atas Laporan Media tentang Penggunaan Kata Homofobik

28 Mei 2024

Paus Fransiskus mengadakan audiensi umum mingguan, di aula Paulus VI di Vatikan, 3 Januari 2024. Media Vatikan/Handout via REUTERS/File Foto
Paus Fransiskus Minta Maaf atas Laporan Media tentang Penggunaan Kata Homofobik

Media Italia ramai memberitakan bahwa Paus Fransiskus menggunakan istilah yang dianggap menghina untuk menggambarkan komunitas LGBT.


500 Demonstran Unjuk Rasa Damai di Peru Mendesak Undang-undang yang Mengatur LGBT Dihapus

19 Mei 2024

Ilustrasi LGBT. Dok. TEMPO/ Tri Handiyatno
500 Demonstran Unjuk Rasa Damai di Peru Mendesak Undang-undang yang Mengatur LGBT Dihapus

Demonstran menuntut penghapusan undang-undang baru yang menggambarkan transgender dan jenis LGBT lainnya masuk kategori sebuah penyakit mental


Menanti Senat dan Raja, Thailand Selangkah Lagi Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

27 Maret 2024

Komunitas LGBT Thailand berpartisipasi dalam Parade Hari Kebebasan Gay di Bangkok, Thailand, 29 November 2018. REUTERS/Soe Zeya Tun
Menanti Senat dan Raja, Thailand Selangkah Lagi Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

Parlemen Thailand dengan suara bulat menyetujui rancangan undang-undang yang melegalkan pernikahan sesama jenis


Rusia Masukkan 'Gerakan LGBT' ke dalam Daftar Organisasi Ekstremis dan Teroris

23 Maret 2024

Petugas berjaga selama unjuk rasa komunitas LGBT
Rusia Masukkan 'Gerakan LGBT' ke dalam Daftar Organisasi Ekstremis dan Teroris

Sebelum gerakan LGBT, entitas mulai dari Al Qaeda hingga raksasa teknologi AS Meta dan Garry Kasparov masuk dalam daftar tersebut.


2 Tentara Amerika Serikat Diduga Mencuri Bendera LGBT dari Rumah Pasangan Lesbian

8 Februari 2024

Warga mengibarkan bendera kebanggaan selama parade Pride NYC 2022, di New York City, New York, AS, 26 Juni 2022. Perayaan kebanggaan yang diselenggarakan oleh komunitas LGBTQ di seluruh Amerika Serikat berlangsung setelah salah seorang hakim yang menyampaikan keputusan Mahkamah Agung yang mencabut perlindungan hak aborsi bagi kaum perempuan. REUTERS/Brendan McDermid
2 Tentara Amerika Serikat Diduga Mencuri Bendera LGBT dari Rumah Pasangan Lesbian

Dua tentara Amerika Serikat ditahan dan didakwa atas tuduhan pencurian dan bias karena beberapa kali mencuri bendera LGBT


Rencana Aturan Baru Publisher Game Dinilai Bisa Rugikan Konsumen

29 Januari 2024

Ilustrasi permainan game. (ANTARA/Samsung)
Rencana Aturan Baru Publisher Game Dinilai Bisa Rugikan Konsumen

Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana mengeluarkan aturan baru terkait publisher game dan rating game. Dinilai bisa merugikan konsumen.


Paus Fransiskus: Pemberkatan Pasangan LGBT Bukan Persetujuan pada Gaya Hidup

27 Januari 2024

Paus Fransiskus mengadakan audiensi umum mingguan, di aula Paulus VI di Vatikan, 3 Januari 2024. Media Vatikan/Handout via REUTERS/File Foto
Paus Fransiskus: Pemberkatan Pasangan LGBT Bukan Persetujuan pada Gaya Hidup

Paus Fransiskus mengatakan bahwa dokumen Vatikan tentang pemberkatan bagi pasangan sesama jenis bukan sebuah persetujuan terhadap gaya hidup LGBT