TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mempercepat penyelesaian pengusutan kasus dugaan korupsi dalam proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) pada tahun ini. Kasus besar lain yang bakal dipercepat pengusutannya adalah skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (kasus BLBI).
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan dua kasus itu menjadi prioritas lantaran merupakan kasus lama dan menimbulkan kerugian besar terhadap negara. “Semoga Tuhan membantu dalam penyelesaiannya,” kata dia melalui pesan pendek, Senin, 1 Januari 2018.
Baca: Laode KPK: Resolusi 2018, Kasus BLBI dan E-KTP Tuntas
Lembaga antirasuah mulai menangani kasus korupsi e-KTP pada 2014. Sejak itu, KPK telah menetapkan enam tersangka. Tiga orang sudah divonis bersalah, yakni dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto; serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Satu orang tengah menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yakni mantan Ketua DPR Setya Novanto. Sementara itu, dua orang lainnya, yaitu anggota DPR Markus Nari dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, masih dalam tahap penyidikan.
Menurut perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, nilai kerugian yang disebabkan tindak korupsi ini mencapai Rp 2,3 triliun, separuh dari nilai proyek yang mencapai Rp 5,84 triliun. KPK menduga tindak korupsi ini sudah direkayasa sejak tahap penganggaran di DPR pada 2011 hingga tahap pengadaan. Sejumlah nama besar juga diduga terlibat.
Untuk skandal BLBI, sejak diselidiki pada 2013 hingga kini, KPK baru menetapkan satu tersangka, yakni Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin diduga memaksakan penerbitan surat keterangan lunas (SKL) untuk Sjamsul meski piutang negara masih tersisa Rp 3,7 triliun. Belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 4,58 triliun.
Baca: KPK Dalami Pengetahuan Boediono Soal Penerbitan SKL BLBI
Penanganan kasus BLBI masih berjalan di tahap penyidikan. Pada Kamis pekan lalu, KPK memeriksa mantan wakil presiden Boediono sebagai saksi untuk Syafruddin. Ia diperiksa dalam kapasitas sebagai Menteri Keuangan periode 2001-2004. Saat kasus tersebut terjadi, sebagai menteri, Boediono memberikan masukan atas dikeluarkannya SKL bagi Bank Dagang Negara Indonesia milik Sjamsul.
Selain dua kasus itu, kata Syarif, KPK akan fokus menindak korupsi korporasi dan korupsi sumber daya alam. Targetnya, tahun ini kasus-kasus itu sudah banyak yang sampai pada tahap penuntutan.
Peneliti pada Pusat Studi Komunikasi, Feri Amsari, mengatakan resolusi yang ditargetkan lembaga antirasuah terkait dengan penanganan dua kasus besar itu sudah sesuai dengan harapan publik. Meski begitu, kata Feri, semestinya KPK juga memikirkan resolusi terkait dengan upaya pencegahan korupsi. Ia berpendapat sudah saatnya KPK juga menargetkan pembenahan terhadap minimal satu lembaga. “Kalau penanganan kasus kan sudah dilakukan bertahun-tahun. Saatnya 2018 target pembenahan,” katanya.
Baca juga: Kasus BLBI, Boediono: Saya Diperiksa KPK sebagai Mantan Menkeu
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, selain berfokus menangani dua kasus besar, penguatan dalam pencegahan korupsi menjadi target utama KPK tahun ini. Ia menyebutkan sektor pencegahan yang menjadi prioritas antara lain pendidikan, sumber daya alam, infrastruktur, kesehatan, energi, dan pangan. “Ada banyak yang harus dikerjakan,” ujarnya.