TEMPO.CO, Jakarta – Kepolisian Daerah Metro Jaya menemukan dampak lalu lintas dari penutupan jalan di depan Stasiun Tanah Abang, yang dianggap sebagai solusi penataan kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Polda meminta Pemerintah Provinsi DKI mengevaluasi kebijakan penutupan Jalan Jatibaru Raya tersebut.
“Ada dua kecelakaan yang terjadi karena ada penghambatan arus kendaraan sehingga mereka saling serobot,” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Halim Pagarra, Kamis, 28 Desember 2017.
Karena itu, Halim mendorong adanya evaluasi. Polda Metro jaya mengajak pemerintah DKI menghitung dampak apa saja yang ditimbulkan dari kebijakan penutupan jalan untuk memberi ruang kepada pedagang kaki lima (PKL) itu.
Baca: Sandiaga Uno Bicara Soal Pungli di Tanah Abang
Menurut Halim, evaluasi perlu dilakukan karena kepadatan kendaraan dan kemacetan lalu lintas justru meningkat di jalan sekitar Jatibaru. Berdasarkan pantauannya, dampak dirasakan di kolong jembatan Jalan Jatibaru Raya.
Begitu juga dengan jalan di sekitarnya yang berbatasan dengan Jalan Jatibaru. Kemacetan bertambah karena mereka menerima “pelarian” pengendara ojek sepeda motor, baik konvensional maupun pengguna aplikasi Internet, yang sebelumnya mangkal di Jalan Jatibaru.
Halim belum bisa memberi data detail mengenai lonjakan kepadatan kendaraan dan kemacetan lalu lintas itu. “Mungkin nanti setelah tahun baru, setelah normal kembali, akan lebih jelas,” katanya sembari menambahkan semua hasil evaluasi kepolisian secara lengkap akan disampaikan kepada pemerintah DKI. "Bisa saja Jalan Jatibaru dibuka lagi jika memang ada solusi yang lebih baik."
Halim menyodorkan alternatif pemerintah DKI membuka akses Jalan K.S. Tubun mengarah ke Tomang. “Seharusnya dibuka jalur kiri yang menuju Tomang. Itu sekarang malah ditutup, sehingga semua numpuk di Tanah Abang,” tuturnya.
Sebelumnya, penutupan jalan tersebut juga menuai kritik dari sejumlah kalangan. Pengamat kebijakan Agus Pambagio, misalnya, menilai penutupan jalan raya tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
Adapun Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Prasetyo Edi Marsudi menganggap kebijakan itu contoh buruk dalam penataan Ibu Kota. “Kalau di Tanah Abang solusinya seperti itu, bukan tidak mungkin di wilayah-wilayah lain PKL akan mengokupasi jalan," ujar Prasetyo.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menanggapi santai semua kritik itu. Menurut dia, masyarakat masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan kebijakan yang berlaku sejak 22 Desember lalu itu. Sandi yakin, dalam beberapa pekan ke depan, masyarakat bisa menyesuaikan, sehingga kemacetan tidak lagi terjadi di kawasan itu. “Semua masukan akan dipantau melalui Dinas Perhubungan dan data Jakarta Smart City, supaya nanti bisa dicarikan solusi jika benar ada masalah," ucap Sandi.
Wakil Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijiatmoko menuturkan hambatan lalu lintas di sekitar Pasar Tanah Abang awalnya memang disebabkan oleh masyarakat yang masih bingung dengan perubahan lalu lintas. Namun sejauh ini dinilainya masih lancar. "Hanya perlu optimalisasi traffic light di simpang Blok A," katanya.