TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kesaksian terdakwa Andi Agustinus dalam persidangan terbaru memberikan konfirmasi peran Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. “Kami sedang mengumpulkan bukti yang sudah diakui Andi,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada Tempo di Jakarta, Jumat, 1 Desember 2017.
Selain menguatkan dugaan keterlibatan Setya dalam perkara yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini, kata Saut, pengakuan Andi mempercepat proses pemberkasan. ”Apa yang kami lihat selama ini semakin terbukti. Semua sudah dibenarkan oleh yang bersangkutan (Andi),” kata Saut.
Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang sebelumnya selalu bungkam, akhirnya membongkar peran Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu dalam proyek senilai Rp 5,84 triliun tersebut. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis lalu, dia membeberkan pengaturan korupsi proyek e-KTP. Dengan lancar dia menjawab pertanyaan hakim dan jaksa penuntut umum KPK mengenai peran Setya.
Menurut Andi, ada sejumlah pertemuan antara Setya dan para aktor utama kasus ini. Misalnya, pertemuan di Hotel Gran Melia Jakarta pada Februari 2010. Andi mengatakan di situ Setya berjanji akan membantu pembahasan anggaran proyek e-KTP di DPR.
Setelah pertemuan itu, Setya beberapa kali mengumpulkan kembali para pelaku proyek e-KTP. Salah satunya pertemuan di rumah Setya di Jalan Wijaya XIII Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada November 2011. “Setya meminta kami bekerja sama dengan temannya, Oka Masagung. Katanya, dia punya link ke perbankan,” kata Andi dalam sidang.
Baca: Fredrich Minta Andi Narogong Buktikan Keterlibatan Setya Novanto
Dalam pertemuan itu, Andi mengatakan, Setya juga memimpin pembahasan mengenai besaran dan cara membagi fee jatah anggota DPR dari proyek e-KTP. Setelah itu, Setya kembali mengundang Andi ke rumahnya untuk diperkenalkan kepada Oka. “Semua keterangan Andi kami dalami dan klarifikasi lagi,” kata Saut.
Kuasa hukum Setya, Fredrich Yunadi, menyatakan keyakinan KPK terhadap kesaksian Andi terlalu prematur. Menurut dia, setiap orang bisa memberikan keterangan apa pun. Yang lebih penting, kata dia, adalah bukti. Fredrich mempertanyakan bukti-bukti pembicaraan di DPR, kantor pribadi, dan rumah Setya. “Saksinya siapa, kapan terjadinya, mana bukti rekaman pertemuannya. Kalau hanya ngomong, mudah,” kata dia.
Fredrich juga menyatakan, jika Andi memberikan keterangan palsu di pengadilan, ada ancaman pidana yang berat. Dia tak merisaukan langkah hukum KPK yang dinilai belum mampu menjangkau Setya Novanto. “Saya tetap yakin KPK itu tak punya bukti. Kesaksian Andi tak bisa jadi bukti.”
MAYA AYU