TEMPO.CO, Jakarta -– Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto kembali melakukan langkah perlawanan proses hukum Komisi Pemberantasan Korupsi. Tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP itu mengajukan uji materi Pasal 46 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Mekanisme Pemeriksaan Tersangka.
“(Pasal tersebut) berlawanan dengan konstitusi Pasal 20 A Undang-Undang Dasar 1945 tentang impunitas anggota DPR,” kata Pengacara Setya Novanto, Federich Yunadi, di gedung Mahkamah Konstitusi, Senin 13 November 2017.
Komisi antikorupsi pernah menetapkan Setya sebagai tersangka pada 17 Juli lalu. Tapi hakim tunggal sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar, membatalkan status itu pada 29 September lalu. Pekan lalu, KPK kembali mengumumkan Setya sebagai tersangka.
Baca juga: Setya Novanto Akan Minta Perlindungan Jokowi jika Dipanggil KPK
Sejak putusan praperadilan, KPK beberapa kali memanggil Setya Novanto untuk diperiksa. Namun tidak sekali pun Setya memenuhi panggilan tersebut. Awalnya, Ketua Umum Partai Golkar itu beralasan sibuk menjalankan agenda tugas sebagai anggota parlemen. Belakangan, dia meminta Sekretariat Jenderal DPR melayangkan surat ke KPK untuk meminta lembaga antirasuah itu tidak memeriksanya sebelum mendapat izin tertulis dari Presiden Joko Widodo.
Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, melaporkan komisioner KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang ke Bareskrim Polri karena menerbitkan sprindik baru untuk kliennya. Jakarta, 10 November 2017. TEMPO/Ahmad Faiz
Tim Pengacara Setya mendasarkan alasannya pada putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang MD3, September 2015. Dalam putusan tersebut, Mahkamah memerintahkan penegak hukum untuk meminta izin tertulis dari presiden sebelum memanggil dan memeriksa anggota DPR. “Kalau sampai ada pemanggilan paksa, kami akan meminta perlindungan presiden, polisi, dan TNI,” kata Fedrich.
Infografis: Setya Novanto, Tersangka Kasus Dugaan Korupsi E-KTP
Senin 13 November 2017, Setya Novanto kembali mangkir dari panggilan KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam proyek e-KTP. Ia dan sejumlah anggota Golkar pergi ke Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, untuk menghadiri sejumlah acara, salah satunya adalah panen padi di Desa Noelbaki. “Saya sekarang fokus jalankan tugas kenegaraan dan partai. Saya tetap hormati proses hukum. Nanti kita lihat perkembangannya,” ujar Setya.
BACA:Rekaman Johannes Marliem Ungkap Duit Rp 60 M untuk Setya Novanto
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengklaim lembaganya belum memutuskan untuk menempuh upaya pemanggilan paksa terhadap Setya. Menurut dia, Setya masih memiliki kesempatan untuk memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi. KPK juga sudah melayangkan surat panggilan kepada Setya untuk menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Rabu mendatang. “Kami berharap beliau bisa hadir tanpa harus ada pemanggilan paksa,” kata dia.
Adapun Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan siap menghadapi seluruh upaya hukum yang ditempuh Setya Novanto. KPK juga tidak akan meminta izin presiden untuk memeriksa Setya. “Pemeriksaan juga tak butuh izin presiden seperti kasus-kasus sebelumnya,” ujar dia.
IRSYAN HASYIM l YOHANES SEO | BUDIARTI UTAMI PUTRI