TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan UMP (Upah Minimum Provinsi) sebesar Rp 3.648.035 per bulan. Besaran upah ini dianggap lebih mengikuti perhitungan kelompok pengusaha. Namun, Gubernur DKi Anies Baswedang berjanji menggelontorkan subsidi pangan untuk para buruh senilai Rp 685 miliar pada 2018.
“Kami akan turunkan biaya hidupnya (buruh) dengan cara (memberikan) bantuan subsidi,” tutur Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota, Rabu, 1 November 2017.
Anies menjelaskan, meski kenaikan UMP tidak sesuai dengan keinginan buruh, pemerintah akan berupaya mengurangi biaya pengeluaran buruh. Selain subsidi pangan tersebut, pemerintah berencana memberikan kartu bebas biaya naik bus Transjakarta bagi buruh.
Baca: UMP 2018 Sulawesi Selatan Rp 2,6 Juta per Bulan
Adapun penetapan UMP 2018 sebesar Rp 3.648.035 disebutkannya telah memperhatikan pelbagai variabel. Dia menunjuk contoh inflasi pada periode September 2016-2017 sebesar 3,2 persen dan pertumbuhan domestik bruto sebesar 4,9 persen. “Saya harap semua bisa menerima kenaikan Rp 313.035 daripada UMP DKI tahun ini sebesar Rp 3.335.000 atau sebesar 8,71 persen ini.”
Pembahasan kenaikan UMP 2018 ini sempat alot karena pengusaha dan buruh memiliki pola perhitungan berbeda. Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha mengajukan upah minimum sebesar Rp 3.648.035. Nilai itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang telah memperhitungkan inflasi 3,72 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,99 persen.
Adapun Dewan Pengupahan dari unsur buruh mengajukan UMP 2018 sebesar Rp 3.917.398. Angka itu didapatkan dari mempertimbangkan kenaikan kebutuhan hidup layak (KHL), pertumbuhan ekonomi, dan inflasi.
Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengapresiasi keputusan pemerintah Jakarta dalam menentukan besaran UMP. Menurut dia, keputusan pemerintah untuk menentukan besaran UMP mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 memberikan kepastian bagi dunia usaha. “Tugas pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif,” kata dia.
Selain itu, menurut Sarman, penentuan besaran UMP yang mengacu pada Peraturan Pemerintah memberikan kepastian bagi para pekerja. Sebab, dengan mengacu aturan itu, para pekerja akan mengalami peningkatan UMP tiap tahun karena menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi.
“Kalau pertumbuhan ekonomi naik, gajinya juga naik,” tutur anggota Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha itu. Sarman berharap serikat pekerja mengikuti besaran UMP yang telah ditetapkan. “Jangan lagi dipermasalahkan (besaran UMP). Apalagi digugat di pengadilan (Pengadilan Tata Usaha Negara),” ujarnya.
Anggota Dewan Pengupahan dari unsur buruh, Jayadi, menyatakan kecewa terhadap besaran UMP yang ditetapkan pemerintah Jakarta. Apalagi besaran UMP itu dinilainya tidak memperhatikan komponen kenaikan KHL. Menurut Jayadi, biaya sewa kontrakan, transportasi, hingga listrik per bulan meningkat. “Ternyata gubernur baru tak bisa lepas dari PP Nomor 78 Tahun 2015 dalam menentukan kenaikan UMP,” tuturnya.
Adapun anggota Komisi Bidang Perekonomian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Prabowo Soenirman, mengatakan penetapan besaran UMP DKI seharusnya bisa mengakomodasi kepentingan buruh dan pengusaha. “Seharusnya jangan sampai memberatkan kedua belah pihak,” ucapnya.
CHITRA PARAMAESTI