TEMPO.CO, Jakarta - Tim gabungan dari Markas Besar Polri dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI telah mengecek senjata impor Polri berupa ratusan pelontar granat dan ribuan butir amunisi yang diimpor Kepolisian RI dari Bulgaria. Validasi itu dilakukan di Cargo Unex Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, dan dipublikasikan melalui akun Instagram Divisi Humas Mabes Polri, @divisihumaspolri. “Itu kegiatan pengecekan dan hasilnya akan disampaikan dalam rapat bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada Jumat mendatang,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, di kantornya Rabu, 5 Oktober 2017.
Baca juga: Senjata Impor Polri, Bagaimana Nasibnya?
Rapat tersebut merupakan kelanjutan dari kisruh pembelian senjata untuk Korps Brigade Mobil Polri berupa 280 pucuk pelontar granat (stand alone-grenade launcher/SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter dan 5.932 butir amunisi Castior round RLV-HEFJ. Awalnya, pertemuan akan digelar pada Selasa lalu di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Namun pertemuan itu batal terlaksana lantaran Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berhalangan hadir. Rapat itu juga rencananya dihadiri oleh Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian.
Adapun Setyo enggan merinci apa saja yang akan dilaporkan Polri, termasuk peran PT Mustika Duta Mas, dalam rapat yang bakal diselenggarakan pada Jumat mendatang. “Detailnya di sana (Menkopolhukam),” katanya. PT Mustika adalah pemenang tender pengadaan 280 pucuk pelontar granat dengan proyek senilai Rp 26,94 miliar.
Namun, dalam akun Instagram @divisihumaspolri, kepolisian telah menyatakan kondisi senjata sesuai dengan dokumen impor. “Tidak ditemukan pelanggaran prosedur impor senjata oleh Polri. Semuanya telah sesuai,” demikian tertulis dalam akun tersebut. Pengecekan itu dilakukan oleh 20 personel dan di antaranya dihadiri oleh Kepala BAIS TNI Mayor Jenderal Hartono, Asisten Intel Panglima TNI Mayor Jenderal Benny Indra, dan Komandan Satuan Pelatihan Korps Brigade Mobil Komisaris Besar Wahyu. Belakangan, postingan itu dihapus dari akun @divisihumaspolri.
Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko mengatakan pengiriman senjata Polri seperti dari Bulgaria ini memang bisa dilakukan lewat bandara komersial. Namun, ucap dia, hal itu harus melalui berbagai proses, seperti perencanaan spesifikasi, lelang, dan perizinan ke BAIS. “Masalah senjata memang tak mudah,” ujarnya.
Impor senjata ini pun menjadi sorotan karena dikaitkan dengan pernyataan Jenderal Gatot, dua pekan lalu, yang mempersoalkan adanya institusi non-militer yang hendak membeli 5.000 pucuk senjata. Ketika itu, Gatot berujar, “Dan polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank dan bisa menembak pesawat dan menembak kapal. Saya serbu kalau ada.”
Dalam Sidang Kabinet pada Senin lalu, Presiden Joko Widodo meminta semua persoalan diselesaikan tanpa kegaduhan. Pesan itu tak spesifik ditujukan pada masalah impor senjata. “Saya sebagai kepala pemerintahan; kepala negara; dan panglima tertinggi angkatan darat, laut, dan udara, memerintahkan fokus pada tugas masing-masing,” katanya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto irit bicara ihwal polemik senjata impor Polri ini. Ia meminta semuanya menunggu hasil rapat koordinasi. “Kalau ada masalah (perizinan), saya tanya masalahnya apa,” ujarnya. Adapun sebelumnya Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pembelian senjata sudah sesuai dengan prosedur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. “Sudah ada suratnya,” katanya. ANDITA RAHMA | SYAFIUL HADI