TEMPO.CO, Jakarta - Nasib senjata impor Polri berupa ratusan pelontar granat dan ribuan butir amunisi belum jelas. Rapat koordinasi yang sedianya digelar Selasa, 3 Oktober 2017, di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan dibatalkan lantaran Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo berhalangan hadir.
Baca juga: Ini Jawaban Panglima Soal Senjata Impor Polri
“Kami akan selesaikan. Prosedur sudah dilaksanakan, tinggal kita lihat prosedur mana yang enggak cocok,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di kantornya.
Semula, rapat itu akan membahas penyelesaian impor senjata Polri berupa 280 pucuk pelontar granat (stand-alone grenade launcher/SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter dan 5.932 butir amunisi Castior Round RLV-HEFJ. Senin lalu, seusai sidang kabinet di Istana Negara, Wiranto mengatakan pertemuan juga akan dihadiri Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian.
Dalam sidang kabinet itu, Presiden Joko Widodo meminta semua persoalan diselesaikan tanpa kegaduhan. Pesan itu tak spesifik ditujukan pada masalah impor senjata ini. Namun, sejak tiba pada Jumat malam pekan lalu, senjata buatan perusahaan Bulgaria, Arsenal JSCo, itu menjadi polemik, terutama antara TNI dan Polri. Hingga kemarin, senjata itu masih tertahan di gudang Unex area kargo Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Senjata itu tak bisa dikirim ke markas Korps Brigade Mobil, Depok, lantaran belum mendapat rekomendasi dari Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI. Sedangkan Polri mengklaim telah meminta izin sejak 19 September lalu, tapi belum direspons.
Impor senjata ini pun menjadi sorotan karena dikaitkan dengan pernyataan Gatot dua pekan lalu, yang mempersoalkan adanya institusi nonmiliter yang hendak membeli 5.000 pucuk senjata. Ketika itu, Gatot berujar, “Dan polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank dan bisa menembak pesawat dan menembak kapal. Saya serbu kalau ada.”
Kemarin, Gatot mengikuti gladi bersih acara peringatan hari ulang tahun ke-72 TNI di Cilegon, Banten. Dia menampik pernyataannya itu sebagai manuver politik. Kalaupun berpolitik, kata Gatot, yang dilakukannya sebagai panglima adalah politik negara. “Bukan politik praktis,” ujarnya. Dia pun siap menjelaskan persoalan impor senjata ini ke Dewan Perwakilan Rakyat yang berencana memanggilnya.
Sementara belum ada kepastian ihwal nasib impor senjata ini, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu kemarin menyatakan pembelian oleh Polri sudah sesuai dengan prosedur. Dia memastikan Kementerian Pertahanan telah mengetahui rencana pengadaan tersebut. “Sudah ada suratnya,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dia menegaskan kementeriannya adalah satu-satunya institusi yang berwenang menerbitkan izin kepada pengguna senjata. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dalam beleid tersebut, pengguna yang dimaksud termasuk kepolisian dan TNI.
Karena itu, kata Ryamizard, senjata tersebut akan dikeluarkan dari kargo bandara setelah koordinasi antara lembaga yang berkaitan tuntas. “Tinggal nanti di lapangan bagaimana serah-terima,” tuturnya. Ryamizard menyesalkan belum ada koordinasi yang baik antarlembaga pengguna senjata. “Koordinasi ini belum berjalan benar. Mudah-mudahan ke depan berjalan betul,” katanya.
Baca juga: Polri Akui Kepemilikan Ratusan Senjata Berat di Bandara Soetta
Markas Besar Polri belakangan irit bicara. Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan lembaganya mengecek senjata impor Polri itu pada Selasa siang. Namun dia tak bersedia berkomentar tentang persoalan ini. “Saya enggak mau menimbulkan polemik baru. Tunggu saja, Menkopolhukam sedang menyelesaikan masalah,” ujarnya.
DANANG FIRMANTO | AHMAD FAIZ | ANDITA RAHMA | AMIRULLAH SUHADA | AGOENG