TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji kembali bukti-bukti keterlibatan Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Komisi antirasuah pun mengeluarkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri bagi Setya untuk yang kedua kali kepada Direktorat Jenderal Imigrasi pada Senin lalu.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan perpanjangan pencegahan dilakukan agar Setya tak berada di luar negeri ketika dibutuhkan penyidik KPK. “KPK membutuhkan banyak info dari beliau,” ujar Laode, kemarin. Pencegahan berlaku sejak Senin, 2 Oktober 2017, hingga April 2018.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan penyidik KPK memiliki bukti kuat tentang peran dan keterlibatan Ketua Umum Partai Golkar itu. Ada sejumlah saksi khusus yang hanya diperiksa dalam proses penyidikan Setya. Para saksi baru itu adalah notaris-notaris yang mencatat sejumlah akta perusahaan yang diduga terlibat dalam proyek e-KTP.
Penyidik juga mengantongi sejumlah bukti rekaman Setya dengan sejumlah orang yang terlibat dalam pengaturan proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Rekaman ini pernah diajukan sebagai bukti dalam praperadilan tapi ditolak hakim tunggal praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar. “Buktinya banyak dan semakin menguat dalam proses penyidikan,” kata Febri, Selasa.
Pada Jumat lalu, hakim Cepi menggugurkan status tersangka Setya dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Dalam pertimbangan putusan, Cepi menilai penetapan status tersangka Setya dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu tak sah.
Langkah KPK menempuh upaya hukum lebih tinggi terhadap putusan Cepi juga tertutup. Mahkamah Konstitusi melarang upaya banding terhadap putusan praperadilan yang menyangkut gugatan proses penyidikan dan penuntutan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana juga tak memperbolehkan upaya kasasi terhadap putusan praperadilan.
Langkah yang paling mungkin dilakukan untuk menjerat Setya adalah menetapkannya kembali sebagai tersangka. Hal ini pernah dilakukan KPK kepada mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Keputusan KPK ini dikuatkan Mahkamah Agung, yang kemudian menjatuhkan vonis kasasi 4 tahun penjara kepada Ilham.
Namun Laode mengatakan saat ini lembaganya masih menunggu salinan putusan praperadilan untuk merumuskan langkah yang bakal diambil. “Belum ada. Tidak ada target kapan (penerbitan surat perintah penyidikan terhadap Setya untuk kedua kalinya),” ujarnya. “Kami lagi berpikir untuk mengolah (mengkaji ulang semua bukti yang dimiliki KPK) lebih dulu.”
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham meminta semua pihak, termasuk KPK, menghormati proses hukum dan putusan praperadilan. “Saya rasa semua sudah jelas. Sudah ada putusan (praperadilan), mari sama-sama menghormati hukum,” kata Idrus.
MAYA AYU