TEMPO.CO, Nusa Dua - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, mengatakan pihaknya akan mengambil keputusan ihwal dugaan praktek program doktor abal-abal di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) , pekan ini. Sekarang Kementerian Riset masih mendalami semua laporan yang masuk.
"Kementerian Riset dan Dikti sangat jelas, semua pelanggaran harus ditindak. Tunggu saja pekan ini, semoga selesai," kata Nasir saat ditemui di tengah acara Aksi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Terorisme di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Senin, 25 September 2017.
UNJ diduga menyalahi aturan saat menyelenggarakan program doktor. Beberapa kejanggalan ditemukan di kampus yang berlokasi di Jakarta Timur itu, seperti manipulasi nomor induk, manipulasi absensi, waktu kuliah yang cepat, satu orang promotor bisa membimbing puluhan mahasiswa, dan plagiat dalam tugas akhir.
Baca: Doktor Karbitan Universitas Negeri Jakarta
Meski banyak kejanggalan, Nasir belum memikirkan rencana mencabut izin program doktor di kampus tersebut. Meski begitu, ia memberi isyarat akan ada suatu perubahan di UNJ. "Pergantian apa pun mungkin terjadi," ucapnya.
Pergantian tersebut, kata Nasir, bisa terjadi di tingkat rektor atau pejabat lain di UNJ. "Kalau ada pelanggaran, jelas akan saya tindak. Apakah rektor atau direktur (pascasarjana) diberhentikan sementara, saat ini kami lagi penggodokan," ujarnya.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah menurunkan Tim Evaluasi Kinerja Akademik untuk menyelidiki dugaan pelanggaran di UNJ. Nasir lalu membentuk tim independen untuk menindaklanjuti hasil temuan tim tersebut.
UNJ membuka kerja sama mahasiswa strata tiga atau S-3 dengan 12 perguruan tinggi pendidikan negeri sejak sembilan tahun lalu. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia atau dosen di perguruan tinggi bersangkutan. Kala itu, Rektor UNJ, Djaali, masih menjabat Direktur Pascasarjana UNJ. Saat UNJ bekerja sama dengan Universitas Bengkulu pada 4 Januari 2010, Djaali yang menandatanganinya.
Tercatat sekitar 500 mahasiswa mengikuti program kerja sama ini—separuh di antaranya hingga akhir Agustus lalu belum lulus. Tempo menelusuri Pangkalan Data Pendidikan Tinggi pada pertengahan Juli lalu. Hasilnya, program kerja sama itu melenceng dari tujuan awal karena program doktoral tersebut tak hanya diikuti dosen di kampus yang menjalin kerja sama. Banyak pula pejabat di daerah yang mengikuti program tersebut.
Rektor UNJ, Djaali, mengakui kampusnya tak memiliki izin menyelenggarakan program doktoral kerja sama dengan 12 kampus lain di berbagai daerah itu. Menurut dia, program ini merupakan kesepakatan dengan para rektor untuk meningkatkan kualitas dosen di daerah. "Kami berpikir program ini harus dilakukan untuk bangsa dan negara," katanya. Ihwal dugaan plagiat, Djaali mengatakan sudah membentuk tim internal untuk mengusutnya. Hasilnya, menurut dia, tak ditemukan adanya plagiat.
AHMAD FAIZ