TEMPO.CO, Jakarta - Sidarto Danusubroto menggunakan istilah “Presiden Joko Widodo seperti disodori kue pahit” atas peristiwa penyerangan diskusi pelurusan sejarah 1965-1966 di kantor Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta. "Dimakan salah, dilepeh makin salah,” kata Sidarto, Kamis, 21 September 2017.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu lantas menuturkan, Jokowi berada dalam posisi serba salah menyikapi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurut Sidarto, jika mengeluarkan larangan unjuk rasa anti-PKI, Jokowi bakal makin dicap pembela komunis. “Begitu juga sebaliknya. Ini posisi sulit,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Baca: Daftar Perusak Kantor LBH Jakarta
Dua pekan lalu, Forum 65 berencana membuat seminar akademis mengenai pelurusan sejarah Indonesia 1965-1966. Acara yang dibuat terbatas untuk 50 orang ini diselenggarakan di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Acara ini direspons sekelompok orang dengan unjuk rasa pada Sabtu pagi dua pekan lalu.
Massa menuding kantor LBH dijadikan tempat untuk memfasilitasi kegiatan yang berbau komunis. Polisi kemudian membubarkan acara diskusi itu. Pembubaran direspons dengan kegiatan lain di LBH keesokan harinya dengan tema Darurat Demokrasi. Direktur LBH Jakarta Asfinawati menyebutkan ada yang menyebarkan hoaks di media sosial bahwa kegiatan di tempatnya itu untuk menyebarkan ideologi komunis.
Kegiatan tersebut mendatangkan massa yang lebih besar. Para pengunjuk rasa meminta kegiatan dibubarkan. Tak cuma itu, para pengunjuk rasa juga minta diizinkan masuk ke gedung LBH Jakarta. Unjuk rasa ini berujung kericuhan karena polisi memukul mundur pengunjuk rasa yang bertahan hingga Senin dinihari.
Aparat kepolisian telah menangkap 22 orang yang diduga merusak fasilitas dan kendaraan ketika unjuk rasa berlangsung. Dari semua yang ditangkap, polisi menetapkan tujuh tersangka. Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, mengatakan para tersangka dikenai Pasal 216 dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. “Mereka tidak mengindahkan perintah polisi untuk membubarkan diri,” ujar Argo.
Baca; Pola Terulang dalam Penyerangan Kantor LBH Jakarta
Presiden Jokowi tidak banyak bicara mengenai penyerangan terhadap LBH Jakarta. Dia hanya meminta masyarakat tidak bertindak main hakim sendiri. “Hal seperti itu serahkanlah kepada aparat,” kata Jokowi di Magelang.
Jauh sebelum peristiwa di LBH Jakarta, isu kebangkitan PKI telah menjadi perbincangan di berbagai platform media sosial. Presiden Jokowi pun tak luput dari isu ini. Isu Jokowi memiliki hubungan dengan komunis atau PKI sudah dimulai saat pemilihan Gubernur DKI 2012. Diserang dari berbagai sisi, berkali-kali pula Jokowi membantah.
Pernyataan lebih keras mengenai isu ini kembali muncul saat Jokowi bertemu dengan para pemimpin media massa di Istana Negara pada Mei lalu. Ketika itu, Jokowi menyinggung isu yang menyebutkan dia berasal dari keluarga PKI. Di hadapan pemimpin redaksi media, Jokowi membantah berasal dari keluarga komunis dan mengatakan silsilah orang tuanya bisa ditelusuri.
Jokowi juga meminta tidak ada ketakutan terhadap kebangkitan PKI. Sebab, kata dia, sudah ada Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia. “Kalau PKI muncul lagi, akan kami gebuk, kami tindak. Aturannya jelas,” ujar Jokowi kala itu. Dua hari kemudian, di Kepulauan Natuna, selain memakai kata “gebuk”, Jokowi menggunakan kata “tendang” untuk PKI.
Ketua Tim Advokasi LBH Jakarta Muhammad Isnur menuding pengepungan lembaganya merupakan imbas perintah Jokowi. Menurut Isnur, massa yang menyerang LBH menyerukan kata-kata yang sama persis dengan yang Presiden ucapkan. “Kata ‘menggebuk’ keluar. ‘Ganyang’. Ini seolah-olah mereka mengikuti ucapan Presiden,” ujar Isnur.
Selengkapnya baca Majalah Tempo edisi pekan ini, 25-30 September 2017.
WAYAN AGUS PURNOMO