TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta meminta Badan Pajak dan Retribusi Daerah mengkaji ulang nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan Pulau C dan D. Menurut Ketua Komisi Keuangan Santoso, NJOP lahan di pulau reklamasi sebesar Rp 3,1 juta per meter persegi itu terlalu rendah.
“Karena sekarang moratorium (Pulau C dan D) sudah dicabut, kami minta BPRD segera mengevaluasi NJOP itu,” ujar Santoso setelah rapat dengan Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) di gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Rabu lalu.
Jika kelak ada kenaikan NJOP, menurut Santoso, Badan Pajak harus segera menagih kekurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) pulau tersebut ke PT Kapuk Naga Indah. Anak usaha Agung Sedayu Group ini menyetor BPHTB sekitar Rp 480 miliar pada 24 Agustus lalu. Setoran itu mengacu pada NJOP yang ditetapkan Badan Pajak sehari sebelumnya.
Anggota Komisi Keuangan, Manuara Siahaan, menyoroti penetapan NJOP yang ia anggap tergesa-gesa. Politikus PDI Perjuangan ini mempersoalkan penetapan NJOP ketika pembangunan Pulau C dan D terkena sanksi penghentian sementara (moratorium). “Ada tanda dilarang, tapi Bapak keluarkan SK,” kata Manuara, menuding Ketua BPRD Edi Sumantri. “Itu dibenarkan atau tidak?”
Menanggapi anggota Dewan, Edi Sumantri mengatakan, karena Pulau C dan D termasuk obyek khusus, Badan Pajak meminta Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) menghitung nilai jual lahan hasil reklamasi itu. Badan Pajak menunjuk KJPP Dwi Haryantono dan Agustinus Tamba setelah ada permintaan Badan Pengelola Aset Daerah. “Badan Aset memohon (penilaian) untuk mendata aset Pemprov,” ujar Edi.
Atas permintaan Badan Pajak, KJPP merampungkan penilaian NJOP dalam waktu 15 hari pada Agustus lalu. Mereka menghitung biaya pembangunan pulau tersebut tanpa membandingkannya dengan NJOP lahan lain hasil reklamasi di pesisir Jakarta.
Anggota lainnya di Komisi Keuangan DPRD, Ruslan Amsyari, menilai penetapan NJOP seperti dipaksakan. “Itu jadi pertanyaan bagi masyarakat,” ujar Ruslan. Karena di Pulau D sudah berdiri sejumlah bangunan, menurut politikus Partai Hanura ini, penghitungan NJOP semestinya tak memakai pendekatan biaya.
Badan Pajak, menurut Edi, telah menyurati Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan untuk meminta pendapat lain (second opinion). Bila kedua lembaga itu punya hitungan lebih tinggi, Badan Pajak akan mengoreksi NJOP Pulau C dan D. Namun Ketua BPKP Ardan Adiperdana mengatakan belum menerima surat permohonan dari Badan Pajak itu. “Tidak ada surat ke saya,” katanya, kemarin.
Adapun kuasa hukum Kapuk Naga Indah, Kresna Wasedanto, tak berkomentar banyak mengenai potensi koreksi NJOP itu. “Kami akan mengikuti apa yang menjadi aturannya,” ucap dia.
GANGSAR PARIKESIT