Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jokowi - Ahok Disenggol Isu SARA

Reporter

Editor

image-gnews
Jakarta Baru, Jokowi dan Basuki. citizenjurnalism.com
Jakarta Baru, Jokowi dan Basuki. citizenjurnalism.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Meski aksi jegal kandidat pada pasangan pemenang putaran pertama pemilihan Pilkada DKI Jakarta versi hitung cepat Jokowi-Ahok terus bergulir sampai saat ini, namun pendukung Jokowi-Ahok justru malah legowo dan senang.

"Enggak masalah, dibiarin saja seperti itu, sejarahnya di Indonesia semakin orang itu teraniaya, simpati masyarakat akan semakin besar," kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo kepada Tempo di Yogyakarta Senin 16 Juli 2012. (Baca: Jokowi-Ahok Diserang Kampanye SARA)

Ganjar menambahkan, partainya selaku pengusung Jokowi-Ahok, telah memprediksi kampanye hitam akan terus melanda jagoannya hingga putaran kedua mendatang.
"Biasanya orang yang kalah itu memang akan melakukan tindakan irasional, tidak Pancasiliais, dan jauh dari semangat kebhinekaan. Tapi kami percaya isu primordial seperti ini tak akan mempan," kata dia.

Seperti diketahui, dengan hasil kemenangannya secara telak diputaran pertama dalam Pilkada yang digelar 11 Juli lalu, setidaknya tercatat empat broadcast message (BM) melalui layanan perpesanan BlackBery diterima Tempo dalam sepekan terakhir berisi sindiran ke kandidat. Semuanya mengandung unsur SARA.

"Jokowi dikatakan Kristen, Ahok dikatakan Cina. Lha memang sudah Cina kok terus mau apa?" kata dia.

Kemenangan Jokowi- Ahok pada putaran pertama memang didukung penuh oleh pemilih beretnis Tinghoa. Hal ini diperkuat oleh peneliti Lembaga Survei Indonesia, Burhanudin Muhtadi. Katanya adanya lonjakan jumlah pemilih beretnis Tionghoa dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun ini. Hal ini didasarkan pada observasi di 410 tempat pemilih sementara (DPS) yang digunakan sebagai sampel perhitungan cepat oleh lembaganya. (Baca: Pilkada DKI, Jumlah Pemilih Tionghoa Meningkat  )

Ganjar menambahkan pihaknya dan jagoannya tak terlalu pusing dengan perkembangan gempuran berbau SARA tersebut. Menurutnya masyarakat bisa mengecek track record Jokowi dan Ahok. "Kami akan fokus pada real count saja. Kami yakin meski di-primordial-kan, daya gulir dukungan itu makin melekat," kata dia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

PRIBADI WICAKSONO | ANANDA W. TERESIA

Berita Terkait:

Jokowi-Ahok Kuasai Jakarta Timur
Pilkada DKI, Jumlah Pemilih Tionghoa Meningkat
Demokrat: Isu SARA Tak Bakal Laku
Di Jakarta Barat, 33 Persen Warga Golput 

Diserang isu SARA, Pengusung Jokowi-Ahok Senang


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Perilaku Pemilih Pilkada DKI

21 Maret 2017

Perilaku Pemilih Pilkada DKI

Perdebatan perilaku pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI 2017 kali ini sangat menarik. Tulisan Eep Saefulloh Fatah di kolom majalah Tempo edisi 12 Maret 2017 menggelitik karena menafikan dua teori utama dalam melihat pemilih DKI. Pemilih rasional sering terlalu disederhanakan sebagai pemilih yang menggunakan akal sehat dan diterjemahkan dalam pilkada ketika pemilih melihat kinerja sebagai basis pilihan. Politik aliran lebih melihat sekat-sekat kelompok, khususnya agama, sebagai salah satu penentu bagi pemilih di Indonesia.


Perilaku Pemilih Pilkada DKI

21 Maret 2017

Perilaku Pemilih Pilkada DKI

Perdebatan perilaku pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI 2017 kali ini sangat menarik. Tulisan Eep Saefulloh Fatah di kolom majalah Tempo edisi 12 Maret 2017 menggelitik karena menafikan dua teori utama dalam melihat pemilih DKI. Pemilih rasional sering terlalu disederhanakan sebagai pemilih yang menggunakan akal sehat dan diterjemahkan dalam pilkada ketika pemilih melihat kinerja sebagai basis pilihan. Politik aliran lebih melihat sekat-sekat kelompok, khususnya agama, sebagai salah satu penentu bagi pemilih di Indonesia.


Hitung Cepat Pilih Jokowi-Ahok Pimpin Jakarta

20 September 2012

Joko Widodo dan Basuki T. Purnama (Ahok). TEMPO/Dhemas Reviyanto
Hitung Cepat Pilih Jokowi-Ahok Pimpin Jakarta

Rata-rata selisih perolehan suara Foke dan Jokowi hanya 9,4 persen.


Jokowi Klaim Didukung Tiga Kandidat

13 Juli 2012

Jokowi menanda tangani berkas-berkas yang menumpuk selama ditinggal cuti kampanye dan pencoblosan pilkada jakarta di rumah dinas wali kota, 12-7, 2012. Begitu tiba dari Jakarta, Jokowi menyempatkan melihat dan mengecek berkas yang harus segera ditanda tangani. Tempo/Ukky Primartantyo
Jokowi Klaim Didukung Tiga Kandidat

"Saya bebaskan mereka pilih siapa pun."


Sentimen Negatif Foke-Nara *)

8 Juni 2012

Sentimen Negatif Foke-Nara *)

Namun pengalaman pada beberapa pemilihan di tempat lain membuktikan upaya untuk mengatasi stigma negatif terhadap petahana ini tidak mudah dilakukan. Sejumlah kasus menunjukkan bahwa petahana yang elektabilitasnya melorot sulit mengalami recovery untuk tetap berada di atas para pesaingnya.


Jokowi Siap Genggam DKI-1

19 Maret 2012

Wali Kota Joko Widodo menyaksikan pentas Opera Van Java di Stadion R Maladi Sriwedari Solo, Sabtu malam (17/3). TEMPO/Ahmad Rafiq
Jokowi Siap Genggam DKI-1

Wali Kota Solo ini menyatakan siap menaklukkan Jakarta. "Sudah dari dulu saya sampaikan, saya siap," kata Jokowi.


Koalisi Dukung Fauzi Tandingi Alex-Nono

17 Maret 2012

Fauzi Bowo. TEMPO/Subekti
Koalisi Dukung Fauzi Tandingi Alex-Nono

Fauzi, berbekal dukungan dari Demokrat, diagendakan siap merapat ke PDI Perjuangan.


Mundurnya Wakil Gubernur Prijanto

27 Desember 2011

Prijanto, Wakil Gubernur DKI Jakarta saat akan meresmikan Pos Terpadu di Perum Permata, Cengkareng, Jakarta (29/06). TEMPO/Arif Fadillah
Mundurnya Wakil Gubernur Prijanto

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra, menilai mundurnya Prijanto sebagai sinyal bahwa posisi wakil kepala daerah sebaiknya dihapuskan.