TEMPO.CO, Jakarta - Tim Evaluasi Kinerja Akademik dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi meneliti penyimpangan kerja sama program pendidikan strata tiga (S-3) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan 12 perguruan tinggi negeri di Tanah Air. Program ini diadakan tanpa ada izin Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Dimulai sejak 2009, peserta pendidikan tersebut mencapai 500 mahasiswa yang sebagian para pejabat, separuhnya sudah lulus mengantongi gelar doktor. Investigasi Tempo menemukan terjadi banyak praktik lancung, seperti pembukaan kelas jauh, jadwal perkuliahan yang dipadatkan, rekayasa tanda tangan bukti kehadiran, dan pemalsuan nomor induk mahasiswa. Disertasi, sebagai syarat utama kelulusan, terindikasi banyak hasil plagiarisme. Berikut ini penelusurannya.
Baca: Doktor Karbitan Univestitas Negeri Jakarta
Syibly Avivy A. Mulachela hanya perlu waktu dua jam untuk menguji keaslian daftar hadir 15 mahasiswa strata tiga (S-3) Jurusan Ilmu Manajemen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), awal Oktober tahun lalu. Direktur Lembaga Kursus dan Pelatihan Grafologi Indonesia itu menganalisisnya dengan cara membandingkan beberapa daftar absen mahasiswa dengan 29 berkas perkuliahan, yang di dalamnya terdapat tanda tangan mahasiswa dan dosen.
”Setelah diaudit, ditemukan kejanggalan pada daftar absen semester itu,” kata Syibly saat ditemui Tempo di Bandung, Rabu, 30 Agustus 2017. Tapi Syibly enggan menyebutkan temuannya itu. Syibly diminta Tim Evaluasi Kinerja Akademik bentukan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengecek keabsahan daftar hadir mahasiswa doktor UNJ, khususnya blok Kendari.
Dinamai blok Kendari karena semua mahasiswanya berasal dari daerah itu. Semuanya angkatan 2014 dan rata-rata adalah pejabat di sana. Di antaranya Gubernur Sulawesi Tenggara (nonaktif) Nur Alam, yang kini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi karena kasus korupsi izin pertambangan.
Baca: Cerita Rektor Batalkana Pemecatan Ketua BEM UNJ
Tim Evaluasi menerima laporan dari masyarakat yang menyebutkan bahwa para pejabat asal Kendari itu tiba-tiba saja diwisuda menjadi doktor. Nur Alam, misalnya, diwisuda pada 6 September 2016. Salah satu kecurigaan terkait dengan daftar absensi para mahasiswa.
Tempo memperoleh salinan hasil audit forensik Syibly. Dalam dokumen forensik itu disimpulkan terjadi manipulasi tanda tangan mahasiswa dan dosen di daftar hadir. Mahasiswa juga diketahui hanya dua kali mengikuti kuliah tatap muka per semester. Anehnya, tanda tangan mereka di daftar hadir tertera 12 kali.
Pada mata kuliah manajemen pengetahuan dan perubahan dengan dosen Mukhneri Mukhtar yang digelar pada semester pertama 2014, misalnya, audit forensik membuktikan tanda tangan dibuat dalam dua kesempatan saja dan jaraknya cukup jauh, yaitu 14 April dan 20 September 2014. Semester berikutnya, tahun 2015, pada mata kuliah teori dan pengembangan organisasi dengan dosen Muchlis Rantoni Luddin, 12 tanda tangan dibuat dalam empat kali pertemuan, yaitu 24 Mei, 14 Juni, 5 Juli, dan 31 Juli.
Hasil forensik juga membuktikan terjadi pemalsuan tanda tangan. Indikasinya, tanda tangan mahasiswa terlihat tak konsisten. Disodori hasil uji forensik tersebut, Syibly membenarkan. ”Memang seperti itu yang saya temukan,” ujar master grafolog yang memiliki sertifikasi dari Karohs International School of Handwriting Analysis, Amerika Serikat, ini.
Dosen Muchlis, yang dimintai konfirmasi, mengatakan data itu ada kemungkinan tidak akurat. ”Coba cek ke Pasca,” katanya merujuk pada Pascasarjana UNJ. Sedangkan dosen Mukhneri tidak membalas konfirmasi Tempo. Rektor UNJ Profesor Dr H Djaali, Mpd, berdalih tidak mengetahui persoalan tersebut. ”Itu urusan mahasiswa di lapangan,” ujar Djaali, Kamis, 31 Agustus 2017.
Artikel selengkapnya baca majalah Tempo edisi pekan ini, 18-24 September 2017.
TIM INVESTIGASI TEMPO