TEMPO.CO, Jakarta - Upaya diplomasi Palestina puluhan tahun tak sia-sia. Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kamis, 29 November 2012, menjadi sejarah baru bagi negara di Timur Tengah yang berdiri pada 15 November 1988 itu.
PBB akhirnya mensahkan peningkatan status Palestina menjadi non-member observer state alias negara peninjau. Status tersebut memang bukan berarti Palestina lantas menjadi anggota penuh PBB, namun setidaknya PBB mengakui Palestina sebagai negara.
Keputusan penting ini muncul setelah Sidang Umum PBB menggelar pemungutan suara atas nasib Palestina. 193 negara anggota PBB memberi suara. 138 negara mendukung pemberian status baru bagi Palestina, 9 negara menentang dan 41 negara abstain.
Kanada, Israel, dan Amerika Serikat menentang rancangan pemberian status ini. Sedangkan pionir pendukung rancangan resolusi tersebut ada sekitar 70 negara. Antara lain Cina, Aljazair, Angola, Brazil, Kuba, Jordania, Kenya, Nigeria, Pakistan, Peru, Qatar, Senegal, Afrika Selatan, Tajikistan, Venezuela, dan Zimbabwe, termasuk Indonesia.
Palestina yang masih berstatus non-member observer entity memang pernah gagal melakukan bidding untuk menjadi anggota PBB secara penuh. Tak putus asa, Palestina melakukan bidding alternatif untuk mengubah statusnya menjadi non-member observer state. Kegagalan Palestina saat itu salah satunya karena keberadaan kelompok Hamas. Gara-gara kelompok militant ini, Palestina dicap oleh PBB sebagai ''bukan negara yang cinta damai''.
Status baru Palestina ini akan memberi kekuatan bagi negara tersebut untuk menantang Israel di forum hukum internasional atas tindakan mereka yang menduduki wilayah Tepi Barat. Termasuk juga penyelesaian pembangunan dan membantu memperkuat otoritas Palestina, setelah pelemahan karena perang antara kelompok Hamas melawan Israel.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan sangat senang dengan keputusan tersebut. "Sidang Majelis Umum telah dipanggil untuk mengeluarkan sertifikat lahirnya negara Palestina," kata dia dalam pidatonya di ruang sidang. Abbas juga menekankan bahwa negaranya sangat mengecam rasialisme dan kolonialisme yang dilakukan Israel. Pernyataannya itu ditujukan bagi dua pihak, yaitu Israel dan kelompok Hamas.
Pernyataan Abbas itu langsung ditanggapi oleh Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu. Israel memang menentang perubahan status Palestina. Menurut Netanyahu, seluruh dunia telah menyaksikan pidato Abbas yang berisi dusta dan fitnah bagi pasukan pertahanan Israel juga penduduk Israel. "Seseorang yang menginginkan perdamaian seharusnya tidak berbicara seperti itu," kata dia.
Lain halnya dengan Indonesia. Sebagai negara sahabat yang sejak dulu mendukung status Palestina sebagai negara yang sah, Indonesia ikut senang. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan pengakuan PBB ini sangat penting bagi Palestina. "Pengesahan Palestina menjadi non-member observer state di PBB memiliki simbol politik yang sangat penting dalam diplomasi," kata Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa dalam keterangan tertulis, Jumat, 30 November 2012.
Marty mengatakan,dukungan Indonesia bukan hanya ketika pemungutan suara digelar, namun juga ikut memprakarsai resolusi perubahan status Palestina bersama negara-negara lain. Bahkan Indonesia juga menyampaikan agar aplikasi Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB dapat segera terwujud. “Keanggotaan penuh Palestina di PBB sesuai dan konsisten dengan visi “two-State solution,” ujarnya.
NYTIMES | XINHUA | ANTARA | MUNAWWAROH | MUHAMAD RIZKI
Berita terpopuler lainnya:
VIDEO Penonton Malaysia Hina Indonesia
Angie: Nazar, Anda Orang Terjahat di Muka Bumi
Palestina Ingin Seperti Indonesia
Kelebihan Sri Mulyani dari Dahlan Iskan dan Mahfud
Kata Orang Malaysia Soal Lagu Menghina Indonesia