TEMPO.CO, Jakarta -Pekan lalu, ATC bandara Soekarno-Hatta mendadak mati. Selama 15 aktivitas penerbangan terganggu. Jadwal penerbangan sejumlah maskapai tertunda. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan penyebab ATC terbakar adalah unintteruptible power supply (UPS) yang terbakar. "Tetapi, dalam dunia penerbangan, hal seperti itu sangat mengerikan dan tidak boleh terjadi," kata Hatta di Istana Negara. Dua pesawat, kata Hatta, nyaris bersenggolan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara melaporkan kepada Hatta kerusakan ATC biasanya secara otomatis akan beralih ke mode manual. Namun UPS utama yang terbakar membuat peralihan itu tidak bisa berlangsung. "Manual perlu waktu sehingga terjadi blackout (pemadaman) hingga 15 menit. Panjang, loh, waktu 15 menit itu kalau untuk di udara," katanya.
Ikatan Auditor Teknologi Indonesia meminta PT Angkasa Pura selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta secara rutin memantau pegawai di air traffic controller (ATC) bandara serta komponen pendukung kelengkapan penerbangan. "Ini sangat perlu karena berkaitan dengan tingkat keselamatan," kata Wakil IATI Hari Nugroho di kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Penundaan penerbangan selama kurang lebih 15 menit bisa terjadi akibat dari ketidaksesuaian penerapan standar operasional prosedur kerja.
Pekik Argodahono, dosen Institut Teknologi Bandung, menegaskan masalah tersebut terjadi karena kapasitor dari unitteruptible power supply (UPS) terbakar. Beban ke UPS lain tidak bisa bergerak secara otomatis. "Akhirnya dilakukan perpindahan manual yang memerlukan waktu selama 15 menit," ujarnya.
Desakkan mengevaluasi peranti pengaturan lalu lintas udara bukan kali ini saja terjadi. Pada pertengahan tahun lalu, Sukhoi Rusia yang hendak dipamerkan ke Indonesia menabrak gunung Salak di Bogor, Jawa Barat. Puluhan orang tewas. Kala itu, dugaannya adalah komunikasi buruk antara ATC dan pilot Sukhoi. Adapula dugaan pegawai Bandara Soekarno Hatta yang lalai.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) hari ini, Selasa, 18 Desember 2012, mengumumkan hasil investigasi kecelakaan Sukhoi RRJ-95B dengan nomor registrasi 97004 itu pada Mei 2012. Ketua KNKT, Tatang Kurniadi, mengatakan ada tiga faktor penyebab kecelakaan ini. (Baca: Tiga Faktor Penyebab Sukhoi Jatuh)
Satu di antaranya penyebabnya adalah lemahnya sistem kontrol di Jakarta yang belum dilengkapi data batas tinggi minimum penerbangan. Faktor lainnya adalah pilot yang tak memahami penuh kondisi gunung yang dilalui dan adanya distraksi yang mengalihkan perhatian pilot. "Pilot minta heading 300 ke barat laut, tapi kemudian di sini pilot seperti menyelonong," kata Mardjono.
ARYANI KRISTANTI | IRFAN ABDUL GANI