TEMPO.CO, Jakarta- Pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Latif Adam, menyatakan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi akan berdampak menambah jumlah penduduk miskin. “Dari data Bank Dunia, 20 persen orang Indonesia masuk kategori near poor. Kalau harga BBM naik, setengahnya bisa turun dan masuk ke kelompok miskin," ujarnya kepada Tempo kemarin.
Dia menjelaskan, 20 persen atau 50 juta jiwa dari total penduduk Indonesia adalah kelompok penduduk hampir miskin (near poor). Kenaikan harga BBM, kata Latif, akan mendorong 50 persen penduduk hampir miskin, atau sekitar 25 juta jiwa, menjadi miskin. Padahal deviasi orang miskin dan hampir miskin dari sisi pendapatan sangat tipis. “Hanya sekitar Rp 50 ribu.”
Untuk mencegah bertambahnya jumlah penduduk miskin, pemerintah harus memiliki langkah mitigasi untuk kelompok hampir miskin. Caranya, kata Latif, dengan memberikan kompensasi berupa bantuan tunai, beras miskin, dan jaminan kesehatan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Erani Yustika, memperkirakan kenaikan harga BBM akan mendorong inflasi ke level 9 persen dan menambah jumlah penduduk miskin. "Tanpa kompensasi, angka kemiskinan minimal naik 1,5 persen," ujarnya kemarin.
Saat ini jumlah penduduk miskin, atau berpendapatan sekitar Rp 270 ribu sebulan, mencapai 29 juta jiwa atau 11,6 persen dari total penduduk. Kenaikan jumlah penduduk miskin sekitar 1,5 persen akan menambah penduduk miskin pada kisaran 13-13,2 persen atau 32,5 juta jiwa dari total penduduk.
Angka kemiskinan bakal membengkak jika menggunakan acuan pendapatan US$ 1,25-1,5 per hari atau sekitar Rp 400 ribu sebulan. Jika acuan ini dipakai, jumlah penduduk miskin diperkirakan mencapai 35-40 persen dari total penduduk.
Kompensasi yang diberikan pemerintah, kata dia, bisa meredam kenaikan jumlah penduduk miskin. “Tapi bantuan ini tak akan membantu masyarakat untuk jangka panjang,” kata Ahmad Erani.
Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Ceppie Kurnadi Sumadilaga, menyatakan pihaknya masih menghitung dampak kenaikan harga BBM terhadap penduduk miskin. Dia menjelaskan, kategori miskin akan mengacu pada standar yang digunakan Badan Pusat Statistik, yakni berpendapatan di bawah Rp 270 ribu sebulan. "Argumentasi akan dihitung dari situ," ujarnya.
Menurut Ceppie, kenaikan pengeluaran penduduk untuk belanja pangan pasca-kebijakan BBM akan jadi komponen penting dalam memperhitungkan tingkat kemiskinan. Alasannya, 70 persen pendapatan penduduk miskin habis untuk belanja pangan. "Itu porsi terbesar pengeluaran.”
ALI NUR YASIN | RIRIN AGUSTIA | MARTHA THERTINA