TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini melimpahkan berkas perkara tersangka kasus suap kuota impor daging sapi dan pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq, ke penuntutan. Setelah pelimpahan ini, KPK akan menentukan status hukum Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan penyidik akan melimpahkan berkas perkara mantan Presiden PKS tersebut sebelum masa penahanannya habis hari ini. "Pelimpahan dengan memperhitungkan sisa penahanan, agar tidak bebas demi hukum,” ujarnya melalui pesan pendek kepada Tempo.
Luthfi mendekam di rumah tahanan KPK di Guntur, Jakarta Selatan, sejak 31 Januari lalu. Sejak itu, KPK sudah dua kali memperpanjang masa penahanan Luthfi. Dengan demikian, pada 30 Mei 2013, masa penahanan Luthfi akan berakhir. Namun, jika penyidik dapat melimpahkan berkasnya hari ini, penahanan Luthfi akan dilanjutkan.
Ihwal pengusutan Hilmi, Senin lalu Ketua KPK Abraham Samad mengatakan bahwa status Hilmi akan ditentukan setelah berkas perkara Luthfi dan Ahmad Fathanah kelar. "Kami belum bisa mengambil satu kesimpulan tentang status Hilmi. Itu baru bisa diputuskan setelah pemberkasan Fathanah dan Luthfi rampung."
Dihubungi Tempo lagi kemarin, Samad menyebutkan status hukum Hilmi baru dapat ditentukan setelah sidang Luthfi dan Fathanah berjalan. Saat ini status Hilmi adalah saksi kasus korupsi kuota impor daging sapi. “Status Hilmi belum bisa disimpulkan karena harus menunggu perkembangan dari persidangan kasus LHI dan AF,” ucapnya.
Sejauh ini KPK telah menemukan dua indikasi keterkaitan Hilmi dengan Luthfi dan Fathanah. Pertama adalah penjualan rumah Hilmi di Cipanas, Jawa Barat, kepada Luthfi. Hilmi mengakui penjualan itu. “Penjualan rumah itu sudah lama, tahun 2006," kata dia. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi, rumah tersebut dibeli Luthfi seharga Rp 750 juta.
Indikasi kedua adalah rekaman percakapan telepon antara Luthfi dan Fathanah pada 2 November 2012. Dalam percakapan itu, Luthfi memberitahukan kepada lawan bicaranya bahwa uang yang diberikan Fathanah sehari sebelumnya, sebesar US$ 15 ribu, diberikan kepada Hilmi di Lembang karena sedang sakit sepulang dari Istanbul, Turki.
Kasus suap impor daging sapi mulai bergulir sejak penyidik KPK menangkap Ahmad Fathanah di Hotel Le Meridien, Jakarta, pada 29 Januari 2013. Fathanah diduga menerima suap Rp 1 miliar dari PT Indoguna Utama untuk mendapatkan tambahan kuota impor daging 2013.
Duit itu diduga akan diberikan kepada Luthfi untuk melobi Menteri Pertanian Suswono. Malam itu juga KPK mencokok Direktur Indoguna Juard Effendi dan Arya Abdi Effendy. Keesokan harinya, Luthfi ditangkap KPK. KPK juga menetapkan Direktur Utama Indoguna Maria Elizabeth Liman sebagai tersangka.
Luthfi dijerat dengan dua perkara, yakni perkara korupsi pengurusan kuota impor daging dan tindak pidana pencucian uang. Dalam perkara pencucian uang, KPK telah menyita 4 rumah, 8 mobil, dan 2 bidang tanah terkait dengan anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Masih dalam kasus suap impor daging dan pencucian uang Luthfi, kemarin KPK menjemput paksa Ahmad Zaky setelah bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dikawal lima penyidik, mantan sekretaris pribadi Luthfi itu dibawa ke ruang pemeriksaan KPK sekitar pukul 18.05 WIB.
KPK menjemput paksa Zaky karena yang bersangkutan tak memenuhi panggilan penyidik sebanyak tiga kali. Ditambah lagi, Zaky menghilang saat mengantar penyidik yang hendak menyita lima mobil Luthfi di kantor Dewan Pengurus Pusat PKS pada 6 Mei lalu.
Kemarin KPK kembali menyita aset yang diduga berkaitan dengan Luthfi. Kedua aset itu berupa tanah di Desa Barengkong, Bogor; dan di Kecamatan Pacet, Cianjur. Tanah seluas 5,9 hektare di Bogor dibeli pada 2008 dengan perkiraan harga Rp 3,5 miliar. Adapun tanah di Cianjur dibeli pada 2006 dengan perkiraan harga saat ini Rp 750 juta.
ANANDA BADUDU | TRI SUHARMAN | ANTARA | SUBKHAN | EFRI R