TEMPO.CO, Jakarta - Anjloknya indeks harga saham gabungan (IHSG) memukul saham 10 perusahaan badan usaha milik negara. Akibatnya, nilai pasar 10 perusahaan BUMN menyusut Rp 178 triliun.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, pada 20 Mei 2013, nilai pasar 10 perusahaan BUMN tersebut mencapai Rp 1.045 triliun. Namun angkanya melorot menjadi Rp 867 triliun pada perdagangan kemarin. Data tersebut diolah berdasarkan nilai kapitalisasi pasar 10 perusahaan BUMN yang tercatat di bursa, yang turun akibat anjloknya harga saham perusahaan.
Pada perdagangan kemarin, harga saham PT Bank Rakyat Indonesia, misalnya, turun 16,93 persen menjadi Rp 7.850 per saham. Begitu pula PT Telkom Indonesia, terjerembap menjadi Rp 10 ribu per saham, dibanding pada 20 Mei lalu, yang sebesar Rp 12.300.
Analis PT Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan menyusutnya indeks pada perdagangan kemarin terjadi lantaran investor asing mulai menjual sahamnya ketika harga sudah menyentuh angka yang ditargetkan. “Asing merasa sudah untung sehingga mereka melepas saham secara perlahan,” katanya.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Muhammad Ali mengaku tak khawatir. “Turunnya harga saham BRI hanya sementara, bukan disebabkan oleh fundamental perusahaan,” ujarnya kemarin.
Pada perdagangan kemarin, IHSG anjlok ke level 4.609,95. Padahal, 20 Mei lalu, indeks sempat berjaya di level tertinggi, 5.214,98.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Ito Warsito meminta investor domestik tak panik meski indeks merosot tajam. Hengkangnya investor asing, menurut dia, seharusnya bisa menjadi momentum bagi investor domestik untuk menggantikan mereka. “Penurunan ini sebetulnya merupakan kesempatan bagi investor domestik untuk membeli saham. Saat ini investor asing keluar, tapi mereka akan kembali lagi,” ujarnya kemarin. Pada perdagangan kemarin, penjualan oleh investor asing tercatat sebesar Rp 3,9 triliun.
Selain domestik, menurut analis Panin Sekuritas Purwoko Sartono, penjualan terjadi di bursa regional. “Investor mulai khawatir akan kemungkinan Federal Reserve mengurangi stimulus setelah dinaikkannya outlook credit rating Amerika Serikat dari negatif menjadi stabil,” tuturnya.
Salah satu investor kakap domestik adalah PT Jamsostek yang mengelola dana pensiun. Direktur Utama PT Jamsostek Elvyn G. Masassya mengatakan, saat harga saham anjlok, perseroan memborong saham-saham yang berfundamental baik untuk menekan biaya rata-rata investasi.
Meski indeks terus merosot, Elvyn mengaku perseroan belum melihat adanya potensi kerugian. Hingga Mei lalu, total portofolio investasi adalah Rp 143 triliun. Sebanyak 18 persen di antaranya diinvestasikan dalam bentuk saham. Pada 2008, Jamsostek pernah mengalami potensi rugi efek hingga Rp 2,04 triliun akibat merosotnya indeks saat itu.
M AZHAR | GUSTIDHA BUDIARTIE | AMRI FATHON | DEWI RINA