TEMPO.CO, Jakarta- Saweran dari beberapa badan usaha milik negara untuk dana pemenangan Anas Urbaningrum dalam Kongres Partai Demokrat 2010 diduga dirancang di Cilandak Town Square—atau lazim disebut Citos—sebuah pusat belanja di Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut terjadi sepekan sebelum Kongres Demokrat, 21-23 Mei 2010.
Sumber Tempo menyebutkan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Munadi Herlambang, Direktur Operasional PT Adhi Karya Tbk Teuku Bagus Mukhamad Noor, Direktur Keuangan PT Biofarma Muhammad Sofie, dan seorang karyawan Adhi Karya hadir dalam pertemuan itu. Komandan pertemuan itu adalah Munadi.
Bukan kebetulan jika Adhi Karya dan Biofarma adalah dua perusahaan milik negara yang berada di bawah pengawasan ayah Munadi, Muchayat. Kala itu, Muchayat menjabat Deputi Kementerian Negara BUMN, yang membawahkan pengawasan BUMN bidang konstruksi.
Dalam pertemuan itu, disepakati Adhi Karya menyumbang dana untuk Kongres Demokrat. Melalui salah seorang karyawannya, Adhi Karya kemudian menyerahkan uang senilai Rp 650 juta pada hari pelaksanaan Kongres. Uang diserahkan kepada Sofie di pintu tol Pasteur, Bandung. “Tapi saya tidak tahu apakah uang dari Sofie tersebut diserahkan ke Munadi atau tidak,” ujarnya.
Ditemui di rumahnya di Jakarta kemarin, Munadi membantah tuduhan mengatur pertemuan dengan BUMN agar menyumbang dana bagi pemenangan Anas. “Sumbermu itu siapa? Tidak bisa asal ngomong dong, kalau asal ngomong, ya, semua juga bisa,” kata Munadi.
Sofie, yang kini telah pensiun, juga membantah tudingan pernah menerima uang Rp 650 juta dari Adhi Karya. Meski mengaku mengenal Munadi, ia menegaskan tidak tahu-menahu ihwal saweran BUMN tersebut. “Saya tidak pernah seperti itu,” ujarnya.
Direktur Utama Adhi Karya, Kiswodarmawan, mengaku tak tahu soal dugaan perusahaan itu menyumbang sejumlah dana buat pemenangan Anas dalam Kongres Demokrat. "Saya tidak tahu soal itu karena saat itu saya belum di Adhi Karya," kata dia saat dihubungi Tempo kemarin.
Hifdzil Alim, peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, mengatakan saweran BUMN kepada partai politik sudah biasa terjadi sejak dulu. Tapi, kata dia, membongkar kongkalikong macam itu amat sulit. Menurut Hifdzil, untuk menutupi aksi mereka, Direksi BUMN biasanya membuat laporan keuangan ganda.
Ia mengakui, kalau dibandingkan dengan aset BUMN, nilai saweran ini sangat kecil. Tapi jumlah totalnya menjadi besar karena diakumulasi dari seluruh BUMN yang ada. Menurut Hifdzil, ada dua cara untuk membuktikan sogokan tersebut. Cara pertama adalah mengusut tim sukses masing-masing kandidat. Cara kedua adalah memeriksa neraca keuangan partai dan BUMN. “Jika memakai cara kedua kemungkinan terbukanya lebih besar,” ujar Hifdzil.
ANTON SEPTIAN | MUHAMAD RIZKI | ERWAN HERMAWAN | EFRI R