TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin mengeluarkan surat edaran tentang petunjuk berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 menuai kritik. Dia dianggap bersikap melunak atau kompromi terhadap koruptor yang kini menyoal Peraturan Pemerintah tentang Pengetatan Remisi bagi koruptor, terpidana narkotik, dan terorisme. “Ini jadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi,” anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, kemarin.
Surat Menteri Amir yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum itu menegaskan, peraturan tersebut berlaku setelah tanggal terbitnya, yakni 12 November 2012. “Kami jelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 diberlakukan bagi narapidana yang putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah 12 November 2012,” demikian bunyi surat yang diteken Menteri Amir pada 12 Juli 2013.
Menurut Emerson, seharusnya peraturan tersebut setelah ditetapkan otomatis mengikat semua koruptor yang ingin mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat. “Tidak ada pengecualian, diberlakukan pada koruptor yang ada sebelum atau sesudah peraturan dikeluarkan.”
Berbeda dengan peneliti di Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, yang menilai surat edaran Menteri Amir tak berdampak bagi koruptor. Soalnya, surat itu hanya turunan dari peraturan itu sendiri. “Surat edaran adalah teknis dari peraturan pemerintah, dan tak boleh bertentangan,” katanya kemarin.
Hifdzil menambahkan, justru Peraturan Pemerintah Nomor 99 itulah yang menguntungkan koruptor. Soalnya, kata dia, di dalam peraturan itu, Kementerian Hukum menjelaskan secara gamblang cara para terpidana itu dapat dibebaskan lebih cepat, yakni memilih mengajukan remisi atau tidak. Caranya, mereka memenuhi syarat sebagai justice collaborator dan bekerja sama dengan aparat untuk membongkar kasus yang dihadapinya. “Ini cuma soal pilihan saja, mau membongkar atau tidak,” katanya.
Sebelumnya, 109 terpidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin mengadu kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Surat tertanggal 7 Februari 2013 itu ditandatangani sembilan orang, di antaranya bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan bekas Gubernur Bengkulu Agusrin M. Najamudin. “Mereka menyampaikan permohonan perlindungan hukum,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso. Mereka, menurut Priyo, mengaku dirugikan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan itu.
Adapun Menteri Amir mengatakan bahwa surat edarannya bukan bermaksud berkompromi dengan koruptor. Kalaupun muncul anggapan, “Itu risiko,” ujar Amir di kantornya kemarin. Tapi, dia menegaskan, surat edaran bukan membela koruptor. “Buktinya, setelah peraturan dikeluarkan, belum ada koruptor yang mendapatkan remisi,” kata dia.
NUR ALFIYAH | SUBKHAN | SUKMA
Topik Terhangat:
Hambalang Jilid 2 | Rusuh Nabire | Bursa Capres 2014 | Pemasok Narkoba | Eksekutor Cebongan
Berita Terpopuler:
Bu Pur, Perempuan Misterius Hambalang
ICW: Citra DPR Kian Anjlok Gara-gara Priyo Budi
Yakuza Invasi ke Indonesia
Ini Twitter Cory Monteith Sehari Sebelum Tewas
Sebelum Tewas, Cory Monteith Putus dari Lea
Cory Monteith Tewas, Lea Michele Histeris