TEMPO.CO, Jakarta-Sembilan jenderal ikut meramaikan bursa calon Kepala Polri. Dua di antaranya adalah Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan Asisten Operasi Kepala Polri Inspektur Jenderal Badrodin Haiti. Keduanya pernah disebut sebagai pemilik rekening gendut.
Komisi Kepolisian Nasional mengaku telah menyerahkan nama-nama tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi dua pekan lalu. Dalam suratnya, Komisi Kepolisian meminta KPK melakukan verifikasi atas harta setiap calon.
Wakil Ketua KPK Bambang Wijojanto membenarkan adanya surat permintaan Komisi Kepolisian itu. “Jumlahnya 9 orang, termasuk dua jenderal itu,” kata dia. "Tapi, kami tidak bisa mengumumkannya, karena harus dilaporkan ke Kompolnas dulu."
Pada Juni 2010, Majalah Tempo melaporkan Budi dan Badrodin memiliki rekening jumbo yang mencurigakan. Pada 19 Agustus 2008 Budi memiliki kekayaan sebesar Rp 4,6 miliar. Bersama anaknya, ia juga telah membuka rekening dan menyetor uang Rp 29 miliar dan Rp 25 miliar.
Adapun Badrodin per 24 Maret 2008 memiliki harta Rp 2 miliar dan US$ 4.000. Dia juga disebut membeli polis asuransi pada PT Prudential Life Assurance Rp 1,1 miliar. Asal dana dari pihak ketiga. Ia pun pernah menarik dana Rp 700 juta dan menerima transfer rutin senilai Rp 50 juta setiap bulan.
Budi dan Badrodin belum bisa dikonfirmasi. Namun, kepada Tempo pada 25 Juni 2010, Budi hanya berkomentar pendek, "Nanti saja, ya." Belakangan, lewat seorang bawahannya, Budi mengaku sudah menyerahkan masalah ini ke Kepala Badan Reserse Kriminal. "Semua berita itu tidak benar," katanya.
Badrodin juga mengaku tidak berwenang menjawab. "Itu sepenuhnya kewenangan Kepala Badan Reserse Kriminal," katanya pada 24 Juni 2010.
Pada 28 Februari 2012, juru bicara Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution menyatakan soal rekening gendut sudah diselesaikan di internal kepolisian. "Mereka bisa mempertanggungjawabkan uangnya dari mana," ujarnya.
Anggota Komisi Kepolisian Adrianus Meliala menyatakan soal rekening sudah ditanyakan juga oleh komisinya kepada setiap calon. “Itu sebagian kecil dari konfirmasi kami, tapi hasilnya hanya konsumsi Presiden,” kata Adrianus. Namun, secara keseluruhan, Komisi menyimpulkan tak ada calon yang murni bersih. “Tapi, sepanjang mereka bisa menjelaskan mengapa dia melakukan kesalahan itu, tidak mengulanginya lagi, dan karirnya bagus, itu tolak ukur kami.”
INDRA WIJAYA | FEBRIANA FIRDAUS | EFRI R