TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus tertekan dalam dua hari terakhir. Di perdagangan pasar uang kemarin, rupiah ditutup melemah 339 poin (3,23 persen) dibanding hari sebelumnya, menuju level 10.828,5 per dolar. Sedangkan di pasar uang Singapura, rupiah bahkan sudah ditransaksikan di kisaran 11.000 per dolar AS.
Selain rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG) ikut jeblok. Dalam dua hari berturut-turut, pelemahan indeks saham mencapai lebih dari 8 persen. Pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia kemarin, IHSG melemah 138,5 poin (3,21 persen) ke level 4.174,98.
Analis Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan melemahnya rupiah dan indeks harga saham dipicu oleh berbagai faktor. Asumsi makro-ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai gagal memuaskan pelaku pasar. Akibatnya, “Investor cenderung melakukan aksi jual.”
Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan rupiah terpukul oleh defisit neraca transaksi berjalan yang kian melebar. Cadangan devisa dikhawatirkan terus tergerus untuk membiayai impor yang membengkak.
Untuk meredam kekhawatiran pasar, dia meminta pemerintah segera mengambil langkah penyelamatan. David menilai pemerintah lamban dalam mengambil keputusan. Akibatnya, muncul berbagai spekulasi liar di pasar bahwa rupiah berpotensi amblas hingga ke level 12.000.
Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengatakan pelemahan rupiah masih aman dan tidak separah mata uang negara lainnya, seperti India dan Australia. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan melemahnya rupiah tidak sedalam pada 2008.
Namun dia menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa langsung mengintervensi pasar uang dan pasar saham. “Nilainya besar sekali, jadi yang akan kami lakukan adalah menstabilkan pasar,” ujarnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Firmanzah, mengatakan Yudhoyono meminta Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan untuk merespons pelemahan rupiah dan saham. “Terutama dampak dari rencana pengurangan stimulus fiskal di Amerika Serikat,” ujar Firmanzah.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi menambahkan, ongkos produksi diperkirakan bakal terkerek 2-3 persen. Dampaknya akan terasa dalam beberapa bulan mendatang. Komoditas yang paling terpengaruh adalah produk konsumsi berbahan baku impor dan barang-barang mewah, seperti kendaraan, perhiasan, serta barang elektronik.
LINDA HAIRANI | MARTHA THERTINA | PRAGA UTAMA | PRIHANDOKO