TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari ini akan mengumumkan paket kebijakan stabilisasi nilai rupiah dan saham yang anjlok signifikan dalam beberapa hari terakhir. Di pasar spot antarbank Jakarta kemarin, rupiah diperdagangkan pada level 10.950 per dolar, turun dari 10.723 sehari sebelumnya.
Presiden menyatakan neraca perdagangan Indonesia bermasalah. Kinerja ekspor yang turun dan banjir barang impor membuat defisit neraca berjalan meningkat. Akibatnya, “Ada kekhawatiran pasar kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun secara tajam,” kata Yudhoyono setelah rapat terbatas kemarin.
Rapat khusus membahas persoalan ini juga sudah digelar Wakil Presiden Boediono dengan sejumlah menteri, malam sebelumnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana mengatakan setidaknya ada empat langkah yang akan diambil. Pertama, mempercepat implementasi proyek-proyek investasi yang sudah siap. Langkah berikutnya adalah menstabilkan harga pangan untuk menekan inflasi.
Jurus lain, menurut Armida, dari sisi fiskal, yaitu dengan memberlakukan keringanan pajak (tax allowance) dan pembebasan pajak penghasilan dalam jangka waktu tertentu (tax holiday). “Beberapa insentif pajak yang sudah ada lebih dipertajam lagi, seperti tax allowance dan tax holiday,” kata Armida. Jurus lainnya adalah kebijakan untuk memastikan tidak adanya pemutusan hubungan kerja, terutama pada industri padat karya.
Menteri Perindustrian Mohammad Suleman Hidayat mengatakan stimulus terhadap investasi menjadi salah satu jurus andalan, mengingat sektor perdagangan yang lesu. Beberapa industri yang dibidik agar investasinya meningkat ialah sektor pertambangan, agrobisnis, petrokimia, dan logam dasar.
Agar para investor tertarik, fokus stimulus ditekankan pada relaksasi aturan, yang dianggap terlalu ketat. “Perizinan di bidang migas akan dipotong habis. Selain itu, juga di sektor mineral,” katanya.
Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah, semua langkah tersebut merupakan mekanisme mitigasi dampak krisis seperti yang dilakukan pada krisis global 2008. Kebijakan tersebut akan dituangkan dalam bentuk peraturan presiden.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Hendar mengisyaratkan depresiasi masih mungkin terjadi. Sebab, amunisi BI untuk mengelola nilai tukar memang belum sempurna. “Sepanjang fundamental ekonomi belum membaik, kita barangkali harus merelakan rupiah bergerak sesuai fundamentalnya,” katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA | ANANDA TERESIA | MARTHA THERTINA | NAFI