TEMPO.CO, Jakarta-Bos PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, menuding Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni merekayasa rapat pembahasan proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Dalam rapat itu, menurut Paulus, pihak Kementerian mengeluarkan kebijakan yang merugikan perusahaannya sebagai anggota konsorsium pelaksana proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
”Porsi pekerjaan Sandipala diturunkan, sementara porsi pekerjaan PNRI (Percetakan Negara Republik Indonesia) ditambah,” ujar Paulus saat dihubungi Rabu 5 September 2013. “Itu keputusan rapat sepihak.”
Ironisnya, kata Paulus, perwakilan Sandipala disebut hadir, dan tertuang dalam notulen rapat. Padahal, kata dia, tak ada pihak Sandipala yang ikut rapat pada 19 Desember 2011 itu. ”Kami bahkan tak diberi tahu ada rapat,” kata dia.
Proyek e-KTP digarap lima perusahaan yang tergabung dalam konsorsium: PT PNRI (pencetakan), LEN Industri (alih teknologi, AFIS), Quadra Solution (hardware dan software), Sucofindo (bimbingan teknis), dan Sandipala yang kebagian porsi pencetakan.
Menurut Paulus, kecuali Sandipala, rapat yang berlangsung di ruang kerja Sekretaris Jenderal Kementerian itu dihadiri Isnu Edhi Wijaya (PNRI), Anang Sudihardjo (Quadra Solutions), Wahyuddin (LEN Industri), dan Arief Safari (Sucofindo).
Dalam rapat, kata Paulus, porsi pekerjaan Sandipala dalam pencetakan diturunkan menjadi 60 juta kartu atau sekitar 34 persen, sedangkan porsi PNRI bertambah menjadi 112 juta keping. Pengurangan kuota pekerjaan berdampak berkurangnya nilai kontrak. ”Sandipala seharusnya dapat Rp 1,63 triliun. Tapi, gara-gara porsi pekerjaan dikurangi, cuma terima Rp 950 miliar,” ujar pria yang kini menetap di Singapura itu.
Tempo belum berhasil meminta konfirmasi Diah Anggraeni. Adapun Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memastikan jajarannya tak mengintervensi proyek e-KTP. Dia menegaskan, pejabat, termasuk Sekretaris Jenderal Diah Anggraeni, tidak akan melakukan hal tersebut. ”Saya pastikan tidak seperti itu,” kata Gamawan melalui pesan pendek kemarin.
Proyek e-KTP belakangan ditengarai bermasalah dan diduga ada rasuah. Informasi ini bermula dari ”nyanyian” M. Nazaruddin, bekas Bendahara Partai Demokrat. Kepada penyidik KPK, dia mengaku bersama Setya Novanto, Bendahara Umum Golkar, merancang penggelembungan nilai proyek e-KTP hingga Rp 2,5 triliun. Setya sendiri membantah disebut terlibat proyek e-KTP. ”Saya tidak pernah rapat soal e-KTP atau bertemu Nazaruddin.”
Ketua KPK Abraham Samad memastikan lembaganya terus menelusuri kebenaran laporan Nazaruddin. KPK sudah memeriksa Paulus di Singapura pada 22 Agustus 2013. Pemeriksaan itu berkaitan dengan perusahaannya selaku anggota konsorsium proyek e-KTP. ”KPK ingin mengetahui detail proyek e-KTP dan latar belakang masuknya Sandipala di proyek e-KTP.”
MUHAMAD RIZKI | TRI SUHARMAN | GALVAN YUDISTIRA | SUKMA