TEMPO.CO, Jakarta - Polisi pada dinihari kemarin mencokok Kepala Subdirektorat Ekspor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Heru Sulastyono di rumah mantan istrinya di Perumahan Alam Sutera, Serpong, Banten.
Heru diduga menerima suap Rp 11,4 miliar dari Komisaris PT Tanjung Jati Utama, Yusran Arif, dalam bentuk polis asuransi yang dicairkan pada 2011-2012. Yusran juga memberi Heru sebuah Nissan Terano dan Ford Everest. Yusran ditangkap pada pagi harinya di rumahnya di Ciganjur, Jakarta Selatan.
“YA (Yusran) diduga melakukan suap yang ada kaitannya dengan tugas-tugas HS (Heru),” kata Direktur Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto, di kantornya kemarin.
Arief mengatakan Yusran diduga menyuap Heru untuk menghindari audit. Ketika audit kepabeanan digelar, Heru memberi tahu Yusran bahwa bisnisnya—antara lain mencakup ekspor mainan anak dan plastik—akan diaudit kantor Bea-Cukai. “YA ini kemudian melakukan buka-tutup perusahaan untuk menghindarinya,” ucapnya.
Kepolisian menetapkan keduanya sebagai tersangka dugaan suap dan pencucian uang. Menurut Kepala Subdirektorat Money Laundering Polri Agung Setya, Heru punya 20 rekening. Di antaranya, “Rekening satu ada Rp 5 miliar, rekening kedua Rp 2 miliar,” katanya.
Menurut sumber Tempo, pengusutan kasus ini berawal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal rekening tambun Heru. Selama periode 2009-2012, kata dia, PPATK mencatat transaksi di rekening Heru mencapai Rp 60 miliar, termasuk dari PT Tanjung Jati Utama.
Kepala PPATK Muhammad Yusuf membenarkan bahwa Heru termasuk pegawai Bea-Cukai yang dilaporkan ke penegak hukum karena memiliki rekening mencurigakan. Namun, soal rekening Rp 60 miliar milik Heru, “Nanti saya cek,” ucapnya.
Juru bicara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Haryo Limanseto, menyerahkan kasus Heru ke Kepolisian. “Tapi kami juga akan mendalami peran dia,” katanya.
ALI HIDAYAT | MARTHA THERTINA | PRAGA UTAMA | ANTON A