TEMPO.CO, Jakarta--Sejumlah pengurus partai politik menyatakan kasus korupsi yang menjerat kader mereka tak berhubungan dengan partai. Hasil polling yang diadakan Tempo menunjukkan para petinggi partai menilai korupsi itu dilakukan secara pribadi dan bukan untuk kepentingan partai.
“Korupsi lebih untuk kepentingan pribadi. Saya kira tak ada partai yang menugaskan kadernya untuk korupsi,” kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Max Sopacua, saat dihubungi Selasa 3 Desember 2013.
Ketua Partai Golkar Aziz Syamsuddin Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Mindo Sianipar, dan Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy juga berpendapat sama. “Itu oknum, jangan dilibatkan secara institusi partai,” kata Aziz yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum DPR.
Hanya Bendahara Umum Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Abdurrahman, yang menilai korupsi terjadi karena partai membutuhkan duit. Menurut Mahfudz, sistem pemilihan umum saat ini, yaitu suara terbanyak, mengakibatkan persaingan tinggi sehingga biaya yang dikeluarkan partai pun besar. “Korupsi terjadi karena pembiayaan partai,” katanya.
Polling ini dilakukan terhadap lima petinggi partai terbesar di Dewan Perwakilan Rakyat. Sejumlah kader lima partai itu terjerat korupsi, ada yang menjadi tersangka, ada pula yang sudah terpidana. Anggota DPR dari Golkar, Chairun Nisa, misalnya, menjadi tersangka kasus suap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar—juga bekas kader partai beringin. Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan PDIP, Emir Moeis, kini sedang diadili dalam kasus suap proyek Pembakit Listrik Tenaga Uap Tarahan, Lampung.
Bekas Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, juga sedang diadili dalam kasus suap penambahan kuota impor daging sapi dan pencucian uang. Sedangkan bekas anggota Badan Anggaran DPR dari PAN, Wa Ode Nurhayati, mendekam di penjara karena divonis bersalah dalam kasus suap dana infrastruktur daerah.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan, menilai partai cuci tangan atas kader mereka yang tersangkut korupsi. Menurut dia, korupsi kader tak bisa dipisahkan dari partainya. “Partai kerap mewajibkan kadernya menyetor duit,” katanya. Abdullah menilai partai justru mendukung kadernya yang terjerat korupsi. Misalnya, dengan menyiapkan bantuan hukum bagi kader yang menjadi tersangka.
TRI SUHARMAN | WAYAN AGUS PURNOMO | AMRI MAHBUB | PRAM
Berita terkait:
Kasus SKK Migas, KPK Kontak Aparat Singapura
Anny: Anggaran Hambalang Selesaikan, Kata Menteri
KPK Minta Bankir Tak Bobol Bank untuk Pemilu 2014
Moeldoko Akui Pernah Bertemu Rudi Rubiandini