TEMPO.CO, Jakarta--Memasuki pengujung tahun 2013, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dinilai berbagai kalangan masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah. Beberapa program yang mesti dituntaskan itu terutama terkait dengan penanganan kemacetan, banjir, dan pembenahan birokrasi.
Pengamat masalah perkotaan Yayat Supriatna, misalnya, mengatakan salah satu pekerjaan rumah Jokowi--sapaan akrab Gubernur--adalah menekan sisa lebih penggunaan anggaran hingga hanya 3 persen. “Apakah bisa tercapai?” katanya kepada Tempo Rabu, 25 Desember 2013.
Menurut Yayat, jika penyerapan anggaran pada tahun ini hanya 80-90 persen, diduga ada ketidaksiapan dalam penyusunan. “Atau ada kendala lain.”
Soal penyerapan anggaran ini, Jokowi mengaku menurunkan target dari semula 97 persen. "Ada tujuh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang penyerapannya tak sampai 70 persen," ujar dia.
Mengenai problem birokrasi, Yayat menunjuk contoh upaya Jokowi memindahkan pedagang kaki lima ke Blok G Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pemerintah belum menyiapkan aturan penarikan retribusi bagi para pedagang. Contoh lain adalah ikhtiar pemindahan warga ke rumah susun yang juga belum didukung aturan pembayaran retribusi air dan sebagainya.
Problem yang sama, kata Yayat, terlihat pada proyek-proyek seperti mass rapid transit dan monorel. Proyeknya sudah dikerjakan, tapi peraturannya belum ada jika kelak kedua moda transportasi itu selesai. Hal serupa juga terjadi dalam hal rencana hibah bus sedang kepada Metro Mini atau Kopaja. “Ada kesenjangan antara kecepatan program Jokowi-Ahok dan persiapan birokrasi di bawahnya,” kata dia
Untuk mengatasi lemahnya birokrasi ini, anggota DPRD DKI Komisi E, Ashraf Ali, mengusulkan agar Jokowi melantik seorang sekretaris daerah. “Sampai sekarang, belum ada,” katanya.
Adapun soal mengatasi banjir dan kemacetan, menurut Ashraf, memang belum banyak perubahan. Tapi politikus Partai Golkar ini maklum karena hal itu butuh waktu 3-4 tahun.
Ashraf justru melihat ada banyak perubahan selama setahun kepemimpinan Jokowi. “Mengarah ke perbaikan, tapi belum bisa disebut berhasil,” ujarnya. Harapan perubahan itu, antara lain, terlihat dengan dimulainya pembangunan MRT dan monorel. “Berani eksekusi program pemerintah sebelumnya.”
Pengamat tata air, Firdaus Ali, memberi nilai 9 bagi Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir. “Signifikan,” kata Firdaus. Dia mencontohkan pembenahan Waduk Pluit dan Ria Rio yang sebelumnya tak tersentuh.
Contoh lain adalah pembuatan sumur resapan yang mencapai 68 persen dari target 1.948 unit. Tanpa semua itu, Jakarta menghadapi risiko banjir 1,4 kali lebih besar daripada sebelumnya. Meski demikian, Firdaus menyebutkan masih ada pekerjaan rumah Jokowi, yaitu pengerukan sungai dan pembangunan kampung deret.
JULI HANTORO|ATMI PERTIWI|ANGGRITA DESYANI
Baca juga:
Ditegur Megawati, Jokowi Tutup Jendela Mobil
Natal, Megawati dan Jokowi Kunjungi Ahok
Anis Matta Tanyakan Kapan Jokowi Deklarasi
Presiden PKS Bertanya Kapan Jokowi Deklarasi