TEMPO.CO, Yerusalem- Di sebelah utara Suriah, Kota Aleppo, yang selama ini menjadi medan pertempuran hebat, berubah lengang saat badai salju turun. Para tentara dan pemberontak tak ada yang keluar, apalagi terlibat kontak senjata ketika salju tebal menutupi jalan, kendaraan, dan bangunan kota. Suhu saat itu tak beranjak dari nol derajat.
Aktivis antipemerintah menyebutkan, keadaan di Suriah menjadi lebih tenang ketimbang setahun terakhir akibat badai salju yang turun sejak Selasa, 10 Desember. “Semua pejuang saat ini kedinginan dan memilih bersembunyi,” kata aktivis yang menggunakan nama samaran Abu Raed itu.
Cuaca dingin dan hujan salju itu merupakan dampak dari badai Alexa yang melintasi wilayah Timur Tengah pada awal Desember. Di wilayah pegunungan, temperatur udara bisa berada di bawah nol derajat Celsius, sementara salju tebal dan hujan lebat melanda kota-kota di sana. Badai ini menyebabkan kondisi jadi makin sulit bagi lebih dari 2 juta pengungsi Suriah.
Badai Alexa juga membawa salju, hujan lebat, dan udara dingin ke wilayah Turki, Libanon, Yordania, Israel, dan Palestina. Ini adalah badai terparah yang melanda wilayah Timur Tengah sejak 1953. Badai ini bahkan menyebabkan salju turun di Kairo, ibu kota Mesir, untuk pertama kalinya dalam 112 tahun terakhir.
Spektroradiometer yang dibawa satelit Terra milik Badan Antariksa Amerika (NASA) merekam citra kawasan pada 16 Desember 2013. Tiga hari setelah badai berhenti, salju masih bertumpuk di dataran tinggi Suriah, Mesir, Libanon, Israel, Tepi Barat, dan Yordania.
Hujan salju tak cuma memaksa konflik di Suriah berhenti. Salju tebal yang menyelimuti Kota Yerusalem memaksa polisi menutup akses ke kota tersebut. Bandara Ben Gurion di dekat Tel Aviv juga ditutup. Pemerintah Israel melakukan evakuasi terhadap lebih dari seribu orang yang terjebak badai.
Laporan meteorologi menyebutkan, badai salju kali ini adalah yang terburuk dalam 60 tahun terakhir. Padahal sebulan sebelumnya, cuaca di Yerusalem cerah. Matahari bersinar sepanjang hari, dan temperatur di sana sempat mencapai rekor tertingginya tahun ini, 26 derajat Celsius.
Inilah badai salju kedua yang melanda Yerusalem dalam setahun. Januari lalu, Yerusalem dan daerah di sekitarnya juga sempat tertutup salju.
Yerusalem seperti lumpuh. Tumpukan salju setinggi hampir setengah meter di seluruh kota menyebabkan transportasi tak bekerja dan aliran listrik di beberapa area terputus. Kegiatan sekolah dan bisnis pun terpaksa dihentikan.
Wali Kota Yerusalem Nir Barkat menyatakan kota itu seperti berperang melawan badai langka yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. “Selama 54 tahun terakhir saya tidak pernah melihat yang seperti ini, jumlahnya sungguh tak terduga,” kata Barkat.
Hujan salju menyambangi Yerusalem setiap tahun, tapi intensitasnya tergolong rendah. Ketebalan salju yang biasanya turun hanya dalam beberapa hari pun berkisar 3-30 sentimeter.
Namun Yerusalem pernah dilanda badai salju parah pada Februari 1920. Hujan salju yang terjadi selama empat hari itu menyebabkan kota tertutup salju dengan ketebalan nyaris satu meter. Pada 1950, badai salju hebat kembali melanda. Salju turun nyaris di seluruh negeri. Yerusalem diselimuti tumpukan salju setebal 10-50 sentimeter. Kini badai salju itu kembali terjadi.
Kondisi serupa terjadi di Gaza dan Tepi Barat yang mengalami badai salju pertamanya dalam 10 tahun terakhir. Tim kemanusiaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menyalurkan bantuan darurat kepada penduduk di dua wilayah itu. Juru bicara Hamas, Ihab Ghussein, mengungkapkan, lebih dari 5.000 orang terpaksa dievakuasi dari rumah mereka di Gaza akibat hujan deras yang menyebabkan banjir.
Perdana menteri Hamas, Ismail Haniyeh, sempat meminta agar bantuan bahan bakar diizinkan masuk Gaza. “Gaza selamat dari dua perang, dan akan keluar dari kondisi sulit ini,” kata Haniyeh, yang ikut memantau area yang dilanda badai salju.
Kesulitan bahan bakar memaksa pemerintah menghentikan operasional generator listrik. Akibatnya, listrik padam lebih dari 12 jam yang sangat mengganggu warga, kinerja rumah sakit, pengolahan limbah, dan bisnis.
Di Turki, Alexa membuat otoritas Turki membatalkan 240 penerbangan internasional dan domestik. Selat Bosphorus, lintasan logistik tersibuk di dunia, juga sempat ditutup karena angin kencang, ombak tinggi, dan terbatasnya jarak pandang di perairan itu.
Namun dampak terberat badai salju ini dialami para pengungsi perang. Sekitar 80 ribu pengungsi konflik Suriah terpaksa menghadapi udara dingin dalam tenda-tenda di kamp Zaatari di Yordania.
"Kami seperti keluar dari tragedi lama, dan kini mendapat yang baru," kata Khalil Atma, pengungsi dari Sanameen di Suriah utara. Atma harus bertahan dalam trailer yang kebanjiran dan tanpa pemanas bersama dua putrinya.
Lembaga kemanusiaan berusaha menyalurkan bantuan berupa makanan, selimut, dan baju kering. Tak hanya Yordania yang kebanjiran pengungsi. Di Libanon saja, ada lebih dari 830 ribu pengungsi asal Suriah yang tinggal di dalam tenda atau gedung kosong tanpa pemanas ruangan.
"Mereka butuh bantuan untuk menghadapi musim dingin. Organisasi kami sudah bekerja keras, tapi kondisi musim dingin sangat kejam," kata Saba Mobaslat, direktur organisasi Save the Children International di Zaatari.
Direktur World Food Program Matthew Hollingworth mengatakan cuaca di Suriah memang dingin saat musim dingin tiba, dan warga biasanya sudah siap dengan pakaian hangat. “Tapi kondisinya akan berbeda ketika mereka harus menghadapi musim dingin di pengungsian dengan fasilitas terbatas,” tuturnya.
PBB memperkirakan ada 2,3 juta pengungsi yang meninggalkan Suriah sejak konflik pecah pada 2011, dan mencari tempat aman di negara tetangga. Namun ada 6,5 juta warga yang tak bisa pergi dan terjebak konflik di Suriah.
REUTERS | GUARDIAN | AP | NASA | GABRIEL TITIYOGA