TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat mendapat penolakan luas. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan banyak pasal dalam aturan tersebut yang berpotensi merugikan proses pemberantasan korupsi.
Salah satunya adalah penghapusan kewenangan penyelidikan. Ia khawatir penghapusan itu merupakan upaya sistematis untuk memangkas kewenangan KPK. “Penghapusan ketentuan penyelidikan membuat KPK tak lagi bisa memberantas korupsi. Penyelidikan adalah jantungnya penegakan hukum," katanya kemarin.
Bambang meminta parlemen menghentikan pembahasan RUU KUHAP berdasarkan tiga alasan. Pertama, waktu yang sempit dengan masalah yang substansial dan kompleks. Waktu kerja Dewan sekarang tinggal 108 hari kerja. Sedangkan Daftar Inventarisasi Masalah RUU KUHAP mencapai 1.169 poin.
Alasan kedua, undang-undang yang ada masih lebih baik dibanding rancangan beleid usulan pemerintah. Alasan ketiga adalah partisipasi rakyat. "Rakyat sebagai pemilik kedaulatan justru disingkirkan dalam pembahasan. KPK tak pernah diajak berpartisipasi," Bambang mengeluhkan.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 6 Maret 2013 menyerahkan naskah RUU KUHAP dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Komisi Hukum DPR. Dewan kemudian membentuk Panitia Kerja Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin, Wakil Ketua Komisi Hukum dari Partai Golkar.
Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch, Tama S. Langkun, berpendapat bahwa pemerintah dan DPR sama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan RUU KUHAP. Sebagai pengusul, pemerintah harus memperbaiki rancangan yang diajukan. Sedangkan DPR tidak boleh menerima begitu saja usulan pemerintah.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin mengatakan pemerintah akan membuka diri kepada KPK dalam pembahasan RUU KUHAP. Namun ia mengingatkan, proses pembentukan aturan ini juga melibatkan parlemen. "Pembahasan kan juga di sini," kata Amir kemarin.
Anggota Panitia Kerja RUU KUHAP dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mengingatkan bahwa revisi KUHAP merupakan usulan pemerintah. Dia mengimbuhkan, jika revisi ini dianggap melemahkan KPK, kesalahan seharusnya dilemparkan ke pemerintah. "Pokoknya, apa yang kami lakukan selalu busuk," dia menyesalkan.
MUHAMAD RIZKI | SINGGIH SOARES | WAYAN AGUS PURNOMO | BUNGA MANGGIASIH | EFRI R