TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai modus suap digunakan para kepala daerah untuk memenangkan perkara sengketa pemilihan di Mahkamah Konstitusi. Kemarin, dalam sidang perdana skandal suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar di Pengadilan Korupsi Jakarta, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam dakwaannya mengungkap beberapa modus itu.
Dalam dakwaan disebutkan, salah satu perkara yang “dipoles” Akil adalah putusan sengketa pemilihan Wali Kota Palembang, Sumatera Selatan. Ketika itu, Romi Herton-Harno Joyo, yang diusung Partai PDI Perjuangan, dikalahkan pasangan Sarimuda-Nelly Rasdiana, yang disokong Partai Golkar. Dalam pilkada pada April 2013 tersebut, pasangan Romi-Harno menggugat kemenangan pesaingnya ke Mahkamah Konstitusi.
Lewat bantuan Muhtar Ependy, orang dekat Akil yang diduga jadi makelar, Romi mengguyur Akil dengan sekitar Rp 20 miliar agar memenangkan gugatannya. Pada akhir Mei 2013, Akil menganulir kemenangan pasangan Sarimuda-Nelly dan memenangkan Romi-Harno. Sebagian duit diberikan istri Romi, Masitoh, lewat Muhtar. “Pemberian duit diduga untuk mempengaruhi putusan,” kata Ely Kusumastuty, salah satu jaksa, ketika membacakan dakwaan Akil. Romi sudah diperiksa dan membantah tudingan itu.
Akil juga disebut menerima suap Rp 4 miliar terkait dengan pengaturan putusan sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah; dan Lebak, Banten, serta dua pidana pencucian uang senilai lebih dari Rp 100 miliar.
Selain soal pemberian duit, jaksa KPK mendakwa Akil dengan tuduhan menerima janji pemberian duit Rp 10 miliar dari Zainudin Amali, Ketua Golkar Jawa Timur. Menurut dakwaan itu, pada 1 Oktober 2013, Akil dan Zainudin Amali melakukan percakapan lewat pesan BlackBerry Messenger. Ketika itu, Akil meminta Zainudin dan timnya menyiapkan duit Rp 10 miliar jika kemenangan pasangan Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Timur, Soekarwo dan Saifullah, mau aman. Sehari kemudian, setelah mengaku berkonsultasi dengan “bos”-nya, Zainudin menyanggupi permintaan itu. Dalam percakapan itu, tidak dijelaskan siapa bos yang dimaksudkan Zainudin. Tapi, sebelum duit itu disetor, Akil keburu ditangkap KPK.
Dalam dakwaan itu, Akil juga disebut menerima duit Rp 7,5 juta dari Chaeri Wardana, adik Gubernur Banten Atut Chosiyah. Duit itu diberikan Chaeri melalui sejumlah anak buahnya untuk memenangkan pasangan Atut Chosiyah-Rano Karno dalam pemilihan kepala daerah Banten 2011-2016.
Kemenangan pasangan itu sebelumnya digugat tiga pasangan yang kalah. Pada akhir November 2011, MK memutuskan menolak gugatan para pemohon dan memenangkan kubu Atut. Dalam kasus ini, Atut dan Chaeri sudah tersangka. Adapun Rano sudah diperiksa sebagai saksi soal tuduhan ini.
Seusai persidangan, Akil membantah semua tuduhan jaksa. “Itu tidak benar,” kata dia. Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan lembaganya sudah mengantongi modus-modus itu. “Modusnya sudah kami pegang, jadi tenang saja, kami akan usut para pemberi suap itu,” kata Zulkarnain ketika dihubungi Tempo kemarin.
M. Rizki | Khairul Anam | Nur Alfiyah