TEMPO.CO, Jakarta - Lima mantan aktivis pro-demokrasi yang juga korban penculikan 1998 menulis surat terbuka untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Mereka meminta keduanya bisa menuntaskan kasus penculikan dan menemukan para aktivis yang masih hilang jika kelak terpilih pada 9 Juli nanti. (Baca: Penculikan Aktivis, Prabowo: Saya Tidak Ngumpet)
“Kami menyematkan harapan di hati Anda berdua, karena Anda jalan keluar dari penantian panjang penyelesaian masalah,” kata Raharja Waluya Jati, salah seorang mantan aktivis, saat membacakan surat terbuka tersebut di Hotel Cemara, Jakarta Pusat, kemarin. Selain Raharja, surat itu diteken Faisol Riza, Mugiyanto, Nezar Patria, dan Aan Rusdianto. (Baca: Wiranto: Penculikan Aktivis Inisiatif Pelaku)
Menurut Faisol Riza, surat terbuka itu juga merupakan bentuk dukungan mereka kepada pasangan dari koalisi PDI Perjuangan tersebut. “Kami tak bisa mempercayakan penyelesaian kasus ini kepada salah satu aktor penculikan yang juga maju sebagai calon presiden,” kata Faisol tanpa mau menyebutkan nama calon presiden yang dimaksudkan. (Baca: Penculikan Aktivis, Prabowo Diminta Tanggung Jawab)
Nama lima mantan aktivis itu tercantum dalam Keputusan Dewan Kehormatan Perwira tertanggal 21 Agustus 1998, yang salinannya sempat beredar di sejumlah media massa dan media sosial. Surat rahasia yang diteken tujuh jenderal TNI itu berisi rekomendasi pemecatan Prabowo Subianto dari dinas militer kepada presiden B.J. Habibie. Prabowo kini menjadi calon presiden dari koalisi Gerindra.
Dalam surat keputusan tersebut, Prabowo sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI AD disebut telah memerintahkan Satuan Tugas Mawar Kopassus untuk menculik para aktivis pro-demokrasi di luar kewenangannya. Kepada Tempo, mantan anggota Dewan Kehormatan Perwira yang meneken rekomendasi itu, Fachrul Razi dan Agum Gumelar, membenarkan keabsahan keputusan tersebut. Mantan Panglima ABRI Jenderal (purn) Wiranto—ketika itu atasan Prabowo—juga angkat bicara. Ia menyatakan Prabowo terlibat dalam penculikan para aktivis. Ketiga purnawirawan jenderal itu kini mendukung Jokowi.
Dalam beberapa kesempatan, Prabowo sudah menanggapi ihwal tuduhan itu. "Saya bertanggung jawab, saya tidak ngumpet,” ucpanya kepada Tempo, Oktober 2013.
Salah satu mantan aktivis 1998 yang juga korban penculikan, Pius Lustrilanang, justru membela Prabowo, bosnya kini di Partai Gerindra. Prabowo, kata dia, kerap dizalimi dengan tuduhan penculikan 1998. Ia menepis anggapan bahwa, jika Prabowo terpilih, pengusutan kasus pelanggaran HAM akan terhambat. “Prabowo juga memiliki kepentingan untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM,” ujar Pius.
Ketika berkampanye di Bekasi, Jawa Barat, kemarin, Jokowi mengungkapkan komitmennya untuk menuntaskan kasus penculikan aktivis 1998. “Kasus itu harus diselesaikan supaya membawa keadilan bagi korban. Itu komitmen saya,” tuturnya.
AMRI MAHBUB | DINIPRAMITA | RIKY FERDIANTO
Topik terhangat:
Jokowi-Kalla | Prabowo-Hatta | Korupsi Haji | Tragedi JIS | Piala Dunia 2014
Berita terpopuler lainnya:
ISIS Bersumpah Hancurkan Kabah Jika Kuasai Mekah
Prabowo Salah Sebut Singkatan PKS
Dua Penggagas Obor Rakyat Jadi Tersangka