TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, mengatakan bisnis penukaran dan pengiriman uang atai money changer harus betul-betul diawasi. Sebab, kata Agus, banyak pedagang valas tak berizin sehingga bisnis money changer rawan digunakan sebagai sarana kejahatan. (Baca: Bisnis Gelap Money Changer, BBM Ilegal Hingga Narkoba ).
PPATK, kata Agus, menjumpai money changer yang digunakan sebagai sarana untuk pencucian uang dari bisnis narkotika. Modusnya, "Duit dari bisnis narkotika disamarkan seolah-olah bersumber dari hasil tukar-menukar mata uang," kata dia kepada Tempo.
Temuan PPATK klop dengan hasil penyelidikan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN menemukan adanya sindikat narkotik internasional yang memanfaatkan jasa money changer dan pengiriman uang (remitansi) di Indonesia dan luar negeri untuk melancarkan perputaran uang. (Baca juga: PPATK Kirim 8 Laporan Terkait Kasus Migas ke KPK).
Direktur Pengawasan Tahanan, Barang Bukti, Aset, dan Tindak Pidana Pencucian Uang BNN, Komisaris Besar Sundari, mengatakan sebagian uang hasil penjualan narkotik juga ada yang dibawa secara fisik dalam bentuk valas ke luar Indonesia. "Dikirim melalui daerah-daerah perbatasan," katanya.
Sebagian duit hasil penjualan narkotik di dalam negeri, yang seharusnya dikirim ke jaringan di mancanegara, tidak ditransfer melalui sistem perbankan. Sundari mengatakan sistem tersebut dikenal dengan nama Hawala Banking. (Baca juga: Money Changer, Usaha Samaran PNS Pemilik Duit 1,3 T).
Ingin tahu tentang modus dan kasus-kasus Hawala Banking? Baca tulisan berikutnya.
MARTHA THERTINA
Berita Terpopuler
Istri AKBP Idha Endri Kuasai Harta Bandar Narkoba
Golkar Terbelah Hadapi Voting RUU Pilkada
Onno W. Purbo Nilai E-Blusukan Jokowi Tak Relevan