TEMPO.CO, Jakarta - Lemahnya pengawasan membuat bisnis penukaran dan pengiriman uang atau money changer rawan dijadikan kedok pencucian uang. Dalam dua tahun terakhir, beberapa perusahaan jasa penukaran uang abal-abal digerebek polisi lantaran terlibat dalam perdagangan narkotik. Ada juga yang terlibat dalam jaringan penyelundup bahan bakar minyak. (Baca: Money Changer dan Perdagangan Narkoba).
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing Indonesia, Muhammad Idrus, menyesalkan citra negatif yang terbangun atas bisnis money changer akibat ulah beberapa money changer abal-abal. Pemerintah, menurut dia, harus membuat pegangan yang kuat untuk bisnis ini. (Baca: Bisnis Gelap Money Changer, BBM Ilegal Hingga Narkoba).
Namun, kata Idrus, belum ada Undang-undang yang mengatur bisnis money changer. "Hanya satu bagian dari peraturan Bank Indonesia,” ucap dia. Akibatnya, BI melegalkan bisnis ini, tapi pelaku bisnis ilegal tak bisa ditindak secara hukum. Pengetatan aturan yang dilakukan BI belakangan, kata Idrus, justru mengecilkan bisnis pedagang valas legal. “Seharusnya, bagaimana memperkuat peran yang legal dan memperkecil yang ilegal,” kata dia. Jika yang terjadi seperti sekarang, bisa-bisa pedagang yang legal malah memilih jadi illegal. Saat ini, tutur dia, ada sekitar 900 pedagang valas berizin. (Baca: Warga Singapura Ditangkap, Terkait PNS Rp 1,3 T?).
Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, mengatakan bisnis penukaran dan pengiriman uang atai money changer harus betul-betul diawasi. Sebab, kata Agus, banyak pedagang valas tak berizin sehingga bisnis money changer rawan digunakan sebagai sarana kejahatan. PPATK, kata Agus, menjumpai money changer yang digunakan sebagai sarana untuk pencucian uang dari bisnis narkotika. Modusnya, "Duit dari bisnis narkotika disamarkan seolah-olah bersumber dari hasil tukar-menukar mata uang," kata dia. (Baca: Hawala Banking, Money Changer Transaksi Narkoba).
Temuan PPATK klop dengan hasil penyelidikan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN menemukan adanya sindikat narkotik internasional yang memanfaatkan jasa money changer dan pengiriman uang (remitansi) di Indonesia dan luar negeri untuk melancarkan perputaran uang. Direktur Pengawasan Tahanan, Barang Bukti, Aset, dan Tindak Pidana Pencucian Uang BNN, Komisaris Besar Sundari, mengatakan sebagian uang hasil penjualan narkotik juga ada yang dibawa secara fisik dalam bentuk valas ke luar Indonesia. "Dikirim melalui daerah-daerah perbatasan," katanya.
MARTHA THERTINA
Berita Terpopuler
Istri AKBP Idha Endri Kuasai Harta Bandar Narkoba
Golkar Terbelah Hadapi Voting RUU Pilkada
Onno W. Purbo Nilai E-Blusukan Jokowi Tak Relevan