TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kecewa menyaksikan banyaknya ikan laut Indonesia yang diboyong ke luar negeri. Menurut dia, penangkapan ikan didominasi oleh kapal-kapal besar milik pengusaha asing. “Bisa juga kapal asing berbendera Indonesia, sehingga produksinya langsung dibawa ke Thailand, Cina, dan Taiwan,” katanya, kemarin. (Baca juga: Menteri Susi Ancam Boikot Negara Pencuri Ikan )
Praktek ini, ia mengimbuhkan, membuat nilai ekspor produk perikanan negara lain meningkat, dan sebaliknya, pertumbuhan ekspor Indonesia tertekan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan, potensi ekonomi dari keseluruhan sektor kelautan mencapai Rp 3.000 triliun, dengan realisasi pada 2014 ditaksir sebesar Rp 337 triliun. (Baca juga: Curi Ikan, 100 Kapal Ditangkap Setiap Tahun)
Guna mendorong produksi ikan dalam negeri, Susi mengungkapkan, Kementerian Kelautan akan mengajak negara-negara yang selama ini mengeksploitasi ikan di perairan Nusantara duduk bersama membahas mekanisme pengelolaan ikan. Beberapa poin yang akan dibahas adalah pembenahan dan pendataan jumlah kapal tangkap yang beroperasi di sini. (Baca juga: WWF Indonesia Dukung Program Menteri Susi )
Pemerintah, kata Susi, akan menghitung jumlah kapal tangkap sekaligus meninjau ulang izin operasinya di Indonesia. Selanjutnya, Kementerian Kelautan akan membuka data kapal penangkap ikan. “Saya akan umumkan ke masyarakat publik username sistem kami, supaya masyarakat dapat melihat berapa jumlah kapal tangkap,” tuturnya.
Pada Kamis lalu, di depan anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Susi menyatakan untuk sementara waktu melarang kapal penangkap ikan berukuran besar memasuki perairan Indonesia. Ia menepis anggapan bahwa kebijakan tersebut bakal mempersulit iklim investasi. Dalihnya, Indonesia harus dijadikan mitra aktif dalam pertumbuhan pasar produk hasil laut dunia.
“Kita jangan menjadi penonton. Ukuran negara kita lima kali lebih besar dibanding negara lain, tapi ekspornya seperlima negara tersebut,” ujarnya.
Ihwal kelestarian lingkungan, Susi berjanji akan meminta duta besar negara-negara yang pengusahanya menangkap ikan di Indonesia, seperti Cina, Malaysia, Filipina, Jepang, Taiwan, dan Australia, bernegosiasi. Pemerintah mengizinkan negara lain berbisnis di Indonesia, tapi harus memberikan keuntungan yang memadai dan membayar biaya kelestarian lingkungan.
“Kalau hanya ambil tanpa ada uang untuk melestarikan lingkungan, bisnis ini tidak akan bertahan,” ucap Susi.
Wakil Ketua Kadin Bidang Perikanan dan Kelautan Yugi Prayanto sepakat dengan kebijakan Susi. Sebab, ia menilai, Indonesia mempunyai wilayah laut yang luas, tapi ekspornya kalah jauh dibanding Thailand. “Indonesia hanya bisa mengekspor US$ 4,19 miliar per tahun, sementara Thailand meraup US$ 10 miliar,” ia mengungkapkan.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim berharap, di masa mendatang Indonesia tidak hanya mengekspor ikan mentah, tapi juga beranjak menjadi eksportir produk olahan, seperti produk kalengan dan mayones. Saat ini, kata dia, ekspor perikanan Indonesia kalah dibanding Norwegia, Cina, dan Malaysia. “Indonesia harus belajar dari Norwegia. Ini demi ada nilai tambah,” kata Abdul kepada Tempo.
SAID MAHMUD | DEWI RINA | SINGGIH SOARES | AMRI MAHBUB | EFRI R
Berita lain:
Pemilik Akun @Triomacan2000 Mengaku Dekat dengan Anas
Menteri Susi Tak Jadi Mendarat, Warga Kecele
Ini Pernyataan Mosi Tidak Percaya DPR Tandingan