TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengklaim lebih siap mengantisipasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak, terutama bagi masyarakat miskin. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago mengatakan indikasi kesiapan itu terlihat dari pembagian sejumlah kartu bantuan non-tunai yang telah diluncurkan pada Senin lalu.
“Pemerintah mempersiapkan secara optimal. Jadi, kartu (bantuan sosial) sudah bisa didistribusikan,” kata Andrinof kepada Tempo, Senin malam, 3 November 2014. Andrinof mengklaim data yang digunakan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan untuk menyalurkan bantuan pun lebih baik ketimbang sebelumnya. “Persoalan tidak tepat sasaran kan dulu terletak pada data.”
Pemerintah menyiapkan dana sekitar Rp 5 triliun sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Dana untuk bantuan selama dua bulan tahun ini diambil dari pos cadangan perlindungan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014. Kemarin, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil memastikan harga BBM dinaikkan November ini.
Sejumlah pengamat ekonomi menilai bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah Joko Widodo sangat berpotensi tidak tepat sasaran. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, menilai data penerima bantuan bakal tetap menjadi kendala utama. Sebab, menurut Enny, basis data yang diperbarui pada 2013 oleh Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan berasal dari Program Perlindungan Sosial 2011.|
Enny mengingatkan, distribusi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat tahun lalu mengacu ke data Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Saat itu, kata Enny, distribusi bantuan tak merata. “Seharusnya data yang digunakan pemerintah saat ini dimulai dari awal, bukan hasil pembaruan,” katanya.
Ekonom dari Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, juga menilai bantuan sosial sangat mungkin melenceng dari sasaran. Lana memperkirakan duit triliunan rupiah yang disiapkan tak cukup untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM bagi masyarakat tak mampu. Dengan jumlah penerima sekitar 15,5 juta keluarga, pemerintah membutuhkan dana besar.
Selain ketersediaan dana, kata Lana, program bantuan sosial yang diluncurkan Jokowi berpotensi tak tepat guna. “Penerima dana kerap menggunakannya untuk kebutuhan lain, seperti barang konsumsi,” kata dia. Baik Enny maupun Lana menganggap pemerintah menghadapi dilema antara keharusan menaikkan harga BBM dan menjaga daya beli masyarakat.
Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin, mengatakan data yang digunakan pemerintah untuk program Kartu Keluarga Sejahtera—salah satu program bantuan sosial—merupakan data yang diperbarui tahun lalu. Dia juga membenarkan bahwa data yang digunakan berasal dari pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011.
Pembaruan data itu, kata Suryamin, merupakan kewenangan Tim Penanggulangan Kemiskinan. BPS hanya menyediakan data awal. Rencananya, pembaruan data itu dilakukan tahun depan. Suryamin belum bisa memperkirakan perubahan jumlah masyarakat miskin tahun depan. “Berdasarkan data, jumlah warga miskin berkurang. Tapi belum bisa disimpulkan.”
AISHA SHAIDRA | FRANSISCO ROSARIANS | FAIZ NASHRILLAH
Topik terhangat:
TrioMacan | Penghinaan Presiden | Susi Pudjiastuti | Pengganti Ahok
Berita terpopuler lainnya:
3 Jagoan Intel Ini Calon Kuat Kepala BIN
Cara Menteri Susi Berantas Pencurian Ikan
Kata Jokowi, Informasi BIN Sering Meleset