TEMPO.CO, Jakarta- Sejumlah pemimpin komisi di DPR mengaku gerah terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo melarang menteri dan pejabat di bawahnya memenuhi panggilan rapat Dewan. Mereka menilai larangan itu akan memperuncing perseteruan Dewan dengan pemerintah.
“Ini akan semakin memperburuk hubungan antara legislatif dan eksekutif,” kata Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsuddin, ketika dihubungi kemarin. Anggota Fraksi Golkar itu mengatakan, larangan tersebut makin memuluskan rencana Dewan mengajukan penggunaan hak interpelasi atas kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 18 November lalu. (Baca juga: 3 Perseteruan Heboh Presiden Jokowi Versus DPR)
Larangan itu tertuang dalam surat edaran yang diteken Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, 4 November lalu. Surat itu beredar di kalangan jurnalis pada Senin lalu. Ditujukan ke menteri dan pejabat setingkat menteri, isi surat menyebutkan arahan Presiden agar mereka menunda pertemuan dengan DPR yang tengah berseteru. Tujuannya, memberi kesempatan kepada Dewan untuk konsolidasi. (Baca juga: Menteri Tak ke DPR, Fadli Zon: Enggak Mau Anggaran?)
Setelah bertemu dengan para gubernur di Istana Bogor, Senin lalu, Jokowi membenarkan ihwal larangan ini. “Nanti kalau kita datang ke sini keliru, datang ke sini juga keliru,” kata dia, ”Kan menteri juga baru sebulan kerja, dipanggil-panggil apanya?” (Baca juga: Jokowi Larang Menteri ke DPR, Ruhut: Terima Kasih )
Perseteruan di Dewan ini meletup setelah koalisi Prabowo menyapu bersih kursi 11 pimpinan komisi dan alat kelengkapan lain. Lima fraksi koalisi Jokowi tidak terima dan membentuk pimpinan DPR tandingan, akhir Oktober lalu. Pertengahan November, kedua kubu islah dan sepakat merevisi ketentuan hak interpelasi dan hak angket di komisi pada Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sampai kemarin, revisi masih bergulir. (Baca: Interpelasi Bisa ke Arah Pengusutan Beleid Jokowi)
Menurut Aziz, akibat larangan itu, menteri dan sejumlah pejabat setingkat menteri yang dipanggil Komisi Hukum, seperti Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, tidak datang. “Kepala Kepolisian juga cuma kirim surat, dan Kepala Badan Narkotika Nasional mengaku sedang bertugas, PPATK berdalih sedang menyiapkan bahan," ujar Aziz. (Baca juga: Galang Dukungan Interpelasi Jokowi Dimulai)
Ketua Komisi Keuangan Fadel Muhammad khawatir larangan ini justru mengoyak kembali perseteruan dua kubu koalisi di DPR. Dia juga khawatir larangan ini makin memicu upaya interpelasi kenaikan harga BBM.
Menurut politikus Golkar ini, dalam beberapa kebijakan strategis, pemerintah wajib membahasnya dengan DPR. Salah satunya, soal APBN Perubahan 2015. Pihaknya, kata dia, telah berulang kali menjadwalkan pertemuan dengan Menteri Keuangan dan Kepala Badan Perencanaan Nasional, namun keduanya enggan datang. Tujuh komisi lain juga belum bisa menggelar rapat karena mitra kerja absen.
Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta anggota parlemen lebih berfokus mengurus konsolidasi internal ketimbang mempersoalkan larangan itu. Ia berjanji, setelah parlemen benar-benar bersatu, pemerintah akan datang memenuhi undangan Dewan. “Kalau belum ada persatuan, maka hanya akan menghasilkan keputusan yang pincang,” kata dia.
RIKY FERDIANTO | FRANSISCO ROSARIANS
Berita lain:
Jokowi Larang Menteri ke DPR, Ruhut: Terima Kasih
3 'Dosa' Berat yang Membelit Ical
Usai Dikudeta, Ical Bertemu Prabowo