TEMPO.CO, Laut Jawa - Kru kapal Basarnas KN 224 terburu-buru mempersiapkan pelayaran pada Rabu sore, 31 Desember 2014. Kapal awalnya direncanakan bertolak dari Pelabuhan Panglima Utar Kumai keesokan paginya. Akan tetapi, instruksi terbaru meminta kapal itu segera berangkat untuk mengantar tim penyelam gabungan yang baru saja diterbangkan dengan pesawat Hercules dari Bandara Halim Perdana Kusuma. (Baca: Bawa Dokumen Cuaca, Direktur Air Asia: Itu Jadul!)
Instruksi itu membuat kapal kembali riuh. Anak buah kapal yang tadinya sedang beristirahat di dermaga, kembali sibuk merapikan kapal dan mengisi ulang logistik. Kapal ukuran 40 meter yang tadinya hanya membawa Basarnas Special Group, disesaki 47 pria berseragam loreng, biru laut, dan biru terang. Mereka adalah pasukan gabungan dari satuan elite TNI AL: Komando Pasukan Katak, Detasemen Jala Mengkara, Intai Amfibi, dan Dinas Penyelaman Bawah Air. (Baca: 6 Lagi Korban Air Asia Dievakuasi, Total 16 Jasad)
KN 224 yang telah melakukan misi sejak Ahad sore dari Tanjung Priok akan mencoba menembus tingginya gelombang di perairan barat Teluk Kumai untuk mengantar tim penyelam itu ke kapal induk KRI Banda Aceh yang telah membuang jangkar di tengah laut untuk mencari puing pesawat.
"Seluruh tim penyelam diinstruksikan bergabung di KRI Banda Aceh dengan misi menemukan bangkai pesawat tersebut," kata Charles Batlajery, Komandan Kompi Basarnas Special Group. (Baca: Musibah Air Asia, Diduga Ada Pelanggaran Prosedur)
Perjalanan KN 224 bersama marinir terasa berbeda. Atmosfir kapal yang tadinya hanya diisi kru Basarnas yang sudah seperti keluarga kini juga diisi wajah-wajah baru. Mereka jarang bercakap satu sama lain. "Mereka itu senior dan guru yang mengajari kami teknik menyelam," kata kru BSG Prio Prayudha Utama menjelaskan kekikukannya di depan para marinir.
Kapal meninggalkan dermaga saat petang. Ombak mengombang-ambingkan kapal sejak awal perjalanan. Angin terasa dingin menusuk tulang. Penumpang kapal lebih banyak diam. (Baca: Air Asia Berani Tambah Jadwal Tanpa Izin, Kenapa?)
Kesunyian dalam kapal pecah saat Ahmad turun dari anjungan nakhoda. "Kita putar balik lagi. Ombak besar, kapal bisa pecah saat mencoba merapat ke KRI Banda Aceh," kata Ahmad.
Kapal merapat kembali ke dermaga Kumai satu jam sebelum tahuh baru. Penundaan itu membuat kecewa para penyelam. "Saya tidur selama perjalanan, bangun-bangun saya kira sudah sampai KRI Banda Aceh, eh malah dermaga lagi yang saya lihat," kata Letnan Edi Abdilah, komandan Kopaska.
Ahmad berulang kali menegaskan pelayaran berikutnya akan dimulai jam 07.00 besok paginya dan jangan ada penumpang yang terlambat.
Sejam sebelum pukul 7, dermaga Kumai sudah ramai. KN 224 yang tidak berhasil menembus ombak akan digantikan dengan kapal yang lebih besar yakni KN Purworejo. Kapal jenis Catamaran berlunas dua ini panjangnya 60 meter dan punya dek terbukan untuk pendaratan helikopter. Tim penyelam telah menumpuk perlengkapan dengan rapi di dek kapal itu. Setengah jam sebelum pukul 7, mereka apel untuk merumuskan lagi rencana perjalanan. Usai apel, masing-masing mengambil posisi yang nyaman untuk melakukan perjalanan. Mesin kapal dihidupkan.
Matahari makin tinggi, nyaris pukul 12 siang, namun tak kunjung nampak tanda-tanda kapal akan berangkat. "Sebenarnya sudah bisa jalan dari tadi, tapi diminta menunggu tim KNKT. Mereka masih belum datang," kata nakhoda KN Purworejo Adil Triyanto.
Tengah hari datang dan berlalu. Matahari condong ke barat dan Teluk Kumai disergap hujan yang disertai angin kencang. Semakin mustahil untuk melanjutkan perjalanan. "Ombak di tengah laut mencapai 4 meter," kata Adil. Tim penyelam yang gelisah berjalan keluar masuk lambung kapal dan bertanya-tanya mengapa kapal tak kunjung berlayar.
Setelah badai reda, mesin kapal kembali dihidupkan. Adil bertekad tetap menembus ombak demi mengantarkan penumpangnya ke KRI Banda Aceh. Tim KNKT ditinggal. Kapal berlayar menyusuri Sungai Kumai menuju muara.
Keluar dari teluk, Adil melambatkan laju kapal. "Kita tunggu tugboat untuk transfer tim penyelam. Kapal ini tidak mungkin merapat ke KRI Banda Aceh karena terlalu riskan," kata Adil.
Nyaris satu jam KN Purworejo menanti tugboat itu di tengah laut bergelombang. Setelah matahari tenggelam, barulah tugboat Senggora Escort mendekat. Kedua nakhoda melakukan manuver agar kapal dari alumunium dan tugboat dari besi itu dapat bersisian. Berhasil. Beberapa marinir dapat melompat ke tugboat.
Angin makin kencang dan membuat tugboat bergoncang hebat. Upaya memindahkan perlengkapan selam TNI AL dari kapal Basarnas ke tugboat menemui kendala. "Orangnya bisa pindah tapi barangnya tidak," kata komandan tim penyelam gabungan, Mayor Profs Dhegratmen.
Adil berdiskusi dengan Profs dan nakhoda tugboat. Akhirnya diputuskan kedua kapal itu akan putar haluan kembali ke dermaga Kumai.
Sampai di pelabuhan, kedua kapal diparkir bersisian. Tim penyelam bergerak cepat memindahkan barang-barang ke tugboat. "Sebelum matahari terbit, kita sudah harus merapat ke KRI Banda Aceh. Penyelaman tak bisa ditunda lagi," kata Profs.
Jumat, 02.00 dinihari, tugboat yang membawa tim penyelam kembali berlayar. Laut sama sekali tidak tenang. Perjalanan itu penuh hantaman gelombang dan kapal oleng tak beraturan. Namun, wajah-wajah penyelam menunjukkan ketegasan dan tekad. Mereka harus tiba di titik penyelaman bagaimana pun caranya.
Saat matahari terbit, KRI Banda Aceh telah nampak di kejauhan. Tugboat sempat mampir ke KRI Yos Sudarso dan KD Lekir untuk menjemput temuan jenazah dan serpihan pesawat.
Sekitar pukul 07.00 WIB, tugboat berhasil merapat di sisi kanan haluan KRI Banda Aceh. Dek yang dituju berada 12 meter di atas permukaan laut. Tangga dari jalinan tali dan batang kayu selebar 10 sentimeter menjulur dari atas dek ke air.
Barang-barang penyelam ditransfer ke KRI dengan cara diikat tali lalu ditarik ke atas. Transfer itu tak lancar. Perlengkapan selam berkali-kali terbentur badan kapal akibat gelombang. Begitu pula penyelam yang berusaha naik ke kapal dengan memanjat tangga. Namun, tak sekalipun mereka gentar. Misi yang harus mereka tunaikan sudah persis di depan mata.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA
Baca berita lainnya:
Geger, Menteri Jonan Damprat Direktur Air Asia
Tiga Kejanggalan Musibah Air Asia
Air Asia QZ8501, Surat BMKG Ini Picu Jonan Marah
Korban Air Asia QZ8501 Ditemukan Duduk di Kursi
Pertamax Rp 8.800, Berapa Harga Shell dan Total?