TEMPO.CO, Sanliurfa, Turki - Dua pelajar Indonesia yang tengah menjalani studi di Kayseri, Turki, diyakini telah bergabung dengan Islamic State of Iraq and al-Sham atau ISIS. Keduanya adalah Yazid Ulwan Falahuddin, 19 tahun, pelajar di Imam Hatip School (SMA), dan Wijangga Bagus Panulat, 20 tahun, mahasiswa teknik komputer di Institute of High Technology.
Pemuda asal Surabaya itu juga berulang kali mencoba mengajak teman-teman sekolah dan kampusnya untuk mengikuti jejak mereka. “Tapi rekan-rekannya menolak,” kata Wardana, Duta Besar Indonesia untuk Turki, ketika ditemui Tempo, pekan lalu. Menurut Wardana, pihak keamanan Turki sudah mencari tahu soal keberadaan mereka, tapi belum menemukan titik terang.
Sejumlah sumber di Turki menyebutkan, Yazid bergabung dengan ISIS pada akhir 2013. Awalnya, ia bergabung dengan kelompok pemberontak yang menjadi cikal-bakal ISIS. Empat bulan berselang, giliran Bagus, yang juga kakak kelas SMA Yazid, bergabung dengan ISIS. “Dia (Bagus) pergi begitu saja dan (belakangan) mengirim pesan berada di Sanliurfa,” kata teman satu kampus Bagus yang meminta agar namanya dirahasiakan.
Sanliurfa adalah provinsi di selatan Turki yang berbatasan langsung dengan Kota Tel Abyad, Provinsi Ar-Raqqa, yang dikuasai ISIS. Berdasarkan penelusuran Tempo, Kota Akcakale di Provinsi Sanliurfa menjadi pintu gerbang utama masuk Suriah, untuk selanjutnya menuju Tel Abyad. Calon mujahidin Indonesia masuk ke wilayah ini untuk bergabung dengan ISIS.
Kepada Tempo, mantan Ketua Majelis Perwakilan Anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia di Turki, Muhammad Syauqillah, mengatakan sedikitnya ada 1.000 pelajar di Turki, terdiri atas pelajar SMA dan mahasiswa. Dari jumlah itu, kata dia, ada kategori pelajar yang dikhawatirkan direkrut jaringan seperti ISIS. Mereka, kata dia, tipe pelajar yang menutup diri atau terbuka tapi dengan pemahaman Islam yang dangkal. Kategori mahasiswa seperti ini, kata Syauqillah, termasuk yang dibujuk Yazid dan Bagus. "Tapi saya sudah kasih tahu ke adik-adik di sana. Jangan pernah mau karena tak akan berujung baik," kata dia.
Seorang warga Surabaya yang dekat dengan keluarga dua remaja itu mengatakan, Yazid dan Bagus merupakan pelajar berprestasi dan pernah mendapatkan penghargaan Olimpiade Fisika Internasional. Dua remaja itu, kata dia, bergabung dengan ISIS karena propaganda manis ISIS di media sosial. “Pendukung ISIS memberi propaganda kalau ISIS itu entitas politik baru untuk pembangunan umat Islam,” kata dia.
Pengamat terorisme Noor Huda Ismail membenarkan ihwal ada kecenderungan pelajar yang mudah dipropaganda pendukung ISIS melalui media sosial. “Ada juga ketertarikan mereka karena ada kesempatan petualangan yang seru dan memicu adrenalin, seperti membawa senjata dan ikut perang," kata dia.
Tak hanya di Turki, pelajar di Tanah Air juga dianggap rentan disusupi paham ISIS. Menurut hasil survei Setara Institute yang dilansir kemarin, dari 684 responden di 76 SMA di Jakarta dan 38 SMA di Bandung, sebanyak 7,2 persen menyatakan setuju akan paham ISIS. Dalam survei yang sama, 16,9 persen siswa mengenali ISIS sebagai lembaga yang memperjuangkan pendirian negara Islam di dunia. "Ini peringatan serius bagi Indonesia," kata Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos.
PRAMONO (SANLIURFA) | MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | INDRI MAULIDAR | ANTON A