Sehari sebelumnya, Moeldoko mengungkapkan kekhawatirannya bahwa warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah akan pulang dan bermukim di Poso. “Saya mensinyalir, di Poso, seolah-olah kelompok radikal itu nyaman di sana. Untuk itulah TNI latihan besar-besaran di sana,” ujar Moeldoko.
Ia menambahkan, prajurit TNI telah diperintahkan menindak tegas teroris yang ditemui selama latihan tempur. “Kalau mereka melawan dan menggunakan senjata api saat berhadapan dengan prajurit, tanpa segan-segan, kami sikat,” ujarnya.
Sebelum TNI menggelar latihan, polisi sedang menggelar operasi memburu Santoso. Menurut Kepala Polda Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Idham Azis, operasi untuk sementara dihentikan dan akan dilanjutkan setelah latihan TNI rampung pada 15 April 2015. Polisi akan mengerahkan 800 personel dalam operasi selama dua bulan tersebut. “Menangkap teroris itu tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan,” ujar Idham.
Pengamat terorisme, Al Chaidar, mengatakan keterlibatan TNI bisa menjawab antipati masyarakat Poso atas penanganan terorisme oleh polisi. Dalam sejumlah kasus penangkapan teroris, warga ikut melawan polisi.
Adapun Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Hanafi Rais, mengatakan parlemen mengawasi kegiatan TNI di Poso. DPR khawatir latihan tempur itu berubah menjadi operasi militer menumpas kelompok teroris. “Kalau jadi DOM (daerah operasi militer), DPR pasti akan panggil Panglima TNI,” kata Hanafi.
AMAR BURASE | IRA GUSLINA | INDRA WIJAYA | ANTARA