TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyalahkan anak buahnya atas terbitnya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat negara. Jokowi menyatakan, ketika meneken perpres tersebut, ia tidak memeriksa lebih detail isinya suratnya.
“Tidak semua saya ketahui 100 persen, hal seperti itu harusnya di kementerian. Kementerian men-screening apakah itu akan berakibat baik atau tidak baik untuk negara ini,” kata Jokowi kepada empat media elektronik, salah satunya Radio Elshinta, di Bandar Udara Soekarno-Hatta, kemarin.
Jokowi juga berharap usul soal kenaikan tunjangan semacam itu disampaikan melalui rapat terbatas atau rapat kabinet. Dalam kasus “Perpres persekot mobil” ini, Jokowi merasa ditodong bawahannya. “Tidak lantas disorong-sorong seperti ini,” katanya. Dia pun mengakui sekarang bukan waktu yang tepat untuk menaikkan tunjangan mobil pejabat. Alasannya kondisi ekonomi, sisi keadilan, dan persoalan bahan bakar minyak.
Saat dihubungi, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menolak mengomentari pernyataan Jokowi. Ia menyatakan akan menjelaskan semuanya setelah bertemu lagi dengan Jokowi. “Kronologis lahirnya Perpres sudah saya jelaskan sebelumnya,” kata Andi kepada Tempo.
Sebelumnya, Andi mengatakan usul perihal kenaikan uang muka mobil itu datang dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto melalui surat bernomor AG/0026/DPR RI/I/2015 kepada Presiden Joko Widodo. Isinya, meminta revisi atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 yang memberikan fasilitas uang muka sebesar Rp 116, 65 juta menjadi Rp 250 juta.
Andi Widjajanto kemudian meminta pertimbangan Menteri Keuangan, yang akhirnya merekomendasikan kenaikan persekot kendaraan menjadi Rp 210,89 juta, tidak Rp 250 juta seperti diminta. Pertimbangan Kementerian Keuangan, “prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara dengan memperhatikan kepatutan dan rasa keadilan”. Presiden Jokowi akhirnya menyetujui rekomendasi tersebut dan meneken Perpres kenaikan uang muka mobil pada 20 Maret 2015.
Sejumlah pejabat negara menyatakan pemberian uang muka mobil itu tak perlu. Menurut Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan, anggota Dewan tak pernah mengusulkan dan membahas rencana kenaikan uang muka pembelian mobil tadi.
Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi mengkritisi sikap Presiden Joko Widodo yang terkesan lepas tangan atas penerbitan peraturan presiden yang kemudian memancing pro-kontra itu. “Jokowi malah membuka borok Istana,” kata Apung. Sikap Jokowi dianggap menunjukkan lemahnya koordinasi antara Presiden dan stafnya. “Jokowi seharusnya membatalkan alokasi anggaran untuk uang muka mobil itu.”
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | REZA ADITYA | IRA GUSLINA SUFA | ANANDA TERESIA | PURWANTO