TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Mario Steve Ambarita, penumpang gelap yang menyusup ke dalam ruang roda pesawat di Riau, menunjukkan buruknya kualitas keamanan bandara di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Maskapai Penerbangan Indonesia (INACA) Tengku Burhanudin mengatakan aksi Mario memperlihatkan betapa mudahnya seseorang menembus keamanan bandara. "Bagaimana jika teroris yang masuk?" kata Tengku kepada Tempo, Rabu 8 April 2015.
Karena itu, Tengku meminta pemerintah mengaudit sistem PT Angkasa Pura II selaku pengelola bandara. Audit ini bertujuan memperbaiki sistem, bukan mencari-cari kesalahan.
Selasa sore lalu, petugas Bandara Soekarno-Hatta, Banten, menemukan Mario yang turun dari rongga roda pesawat Boeing 737-800 Garuda Indonesia GA I77, setelah terbang dari Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Pria 22 tahun ini masuk ke ruang roda setelah melompati pagar bandara.
Direktur Keamanan Penerbangan Kementerian Perhubungan, Yurlis Hasibuan, mengatakan pengelola bandara lalai. Karena itu, dia akan melakukan audit khusus terhadap perangkat keamanan, seperti pagar, kamera pengawas, dan para petugasnya. General Manager Bandara Syarif Kasim II Slamet Samiadji, dan Kepala Pengamanan Bandara Muchamad Ichwan, dicopot dari jabatannya.
Mario pun kini jadi tersangka. Kepala Kantor Otoritas Bandara Soekarno-Hatta, Bintang Hidayat, menyatakan Mario melanggar Pasal 421 dan Pasal 435 Undang-Undang Penerbangan. “Ancaman hukumannya 1 tahun penjara dengan denda maksimal Rp 100 juta.”
Kepala Divisi Operasional Bandara Syarif Kasim II, Hasturman, mengakui bahwa ada kelemahan dalam sistem pengamanan. Dia berdalih telah menempatkan penjaga pada pos-pos penting. Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Budi Karya Sumadi, juga mengaku kecolongan dan siap bertanggung jawab. "Ini jelas kesalahan kami. Kami siap menerima sanksi apa pun.”
ADITYA BUDIMAN | KHAIRUL ANAM | RIYAN NOFITRA (PEKANBARU) | JONIANSYAH (TANGERANG)