TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum terpidana Mary Jane Fiesta Veloso, Agus Salim, mengatakan pemerintah Indonesia semestinya menunda eksekusi hukuman mati terhadap kliennya. Menurut Agus, keterangan Mary Jane dibutuhkan untuk membongkar sindikat narkotik di belakangnya. “Kepolisian Filipina butuh testimoni Mary Jane untuk kasus Maria,” kata Agus, Selasa 28 April 2015.
Maria Kristina Sergio, perekrut Mary Jane, pada pukul 10.30 waktu setempat kemarin menyerahkan diri ke kepolisian Provinsi Nueva Ecija, Filipina. Maria diperiksa oleh polisi dan langsung diajukan ke pengadilan untuk menjalani pemeriksaan pendahuluan. Sidang dijadwalkan digelar pada 8 Mei nanti. Dengan penyerahan diri Maria, kata Agus, “Mary Jane dikorbankan, dan Presiden Joko Widodo menutup pintu.”
Pada April 2010, Mary Jane diajak oleh Christine atau Kristina dari Filipina ke Kuala Lumpur, Malaysia, dengan iming-iming pekerjaan. Sebelum bekerja, Christine meminta Mary Jane berlibur ke Yogyakarta sambil dititipi sebuah koper dengan upah US$ 500. Sesampai di Bandar Udara Adi Sutjipto, Yogyakarta, ia ditangkap dengan barang bukti 2,6 kilogram heroin. Pengadilan Negeri Sleman kemudian menghukumnya dengan vonis hukuman mati.
Walaupun sang perekrut sudah ditahan polisi, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memastikan Mary Jane dieksekusi sesuai dengan jadwal. Prasetyo juga menyebut penyerahan diri Maria sebagai upaya mengulur waktu pelaksanaan hukuman. “Itu hanya alibi saja. Awalnya dia bilang tak bisa bahasa Indonesia dan Inggris, bisanya Tagalog. Lalu, dalih lain bahwa dia adalah korban. Ini hanya buying time saja,” ujar Prasetyo kemarin.
Menurut Prasetyo, informasi penyerahan diri Maria Kristina juga sudah diketahui oleh Presiden Joko Widodo. Namun, kata dia, Presiden tak mengubah keputusannya. “Presiden bilang laksanakan sesuai aturan,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno juga memastikan Presiden Joko Widodo sudah mengetahui perkembangan terbaru kasus Mary Jane. Pemerintah Indonesia, kata Tedjo, tetap menganggap eksekusi perempuan 30 tahun itu sebagai upaya penegakan hukum. “Yang pasti, kami lakukan pendekatan hukum,” kata Tedjo. “Jangan sampai dipolitisasi.”
Lembaga pemerhati hak asasi manusia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), menyatakan vonis mati atas Mary Jane buah dari proses hukum yang buruk.
Menurut Koordinator Kontras Haris Azhar, penyerahan diri Maria Kristina Sergio menunjukkan bahwa polisi tak punya bukti atas tuduhannya sehingga perekrut Mary Jane baru terungkap sekarang. “Pemerintah bersalah karena mengambil alih wewenang Tuhan,” katanya. Kontras berencana melaporkan perkara ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.
PUTRI ADITYOWATI | TIKA PRIMANDARI | ISTMAN MUSAHARUN