TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan menemukan indikasi adanya peran Menteri Keuangan dalam kasus penjualan minyak mentah atau kondensat bagian negara yang diperkirakan merugikan negara triliunan rupiah. Penjualan itu dilakukan oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) pada 2009. Saat itu, Menteri Keuangan dijabat Sri Mulyani.
Temuan tersebut tercantum dalam hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah pusat 2012. “Memang ada persetujuan dari Kementerian Keuangan,” kata anggota BPK, Achsanul Qosasi, saat dihubungi Tempo, Minggu 17 Mei 2015. Namun Achsanul tak mau menyebutkan nama pejabat yang memberi persetujuan. “Yang jelas ada peran Kementerian Keuangan.”
Berdasarkan audit BPK 2012, Menteri Keuangan ketika itu, Sri Mulyani, memberikan persetujuan pembayaran tak langsung kepada PT TPPI dalam penjualan kondensat bagian negara. Persetujuan diberikan melalui surat bernomor S-85/MK.02/2009. Surat itu terbit sebulan setelah Deputi Finansial Ekonomi BP Migas—saat ini Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Migas atau SKK Migas—Djoko Harsono menunjuk langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat.
Persetujuan Menteri Keuangan, menurut hasil audit itu, tidak mempertimbangkan kondisi PT TPPI yang tengah mengalami kesulitan keuangan dan memiliki utang ke PT Pertamina. Akibatnya, dana hasil penjualan tak disetor ke kas negara. Sampai Desember saja, menurut audit tersebut, dana tak disetor mencapai Rp 1,35 triliun. Sejak enam bulan yang lalu, BPK menggelar audit investigasi penyimpangan ini dan mensinyalir kerugian negara mencapai Rp 2,4 triliun.
Ihwal adanya surat itu juga diungkapkan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi. Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi ini kepada Tempo mengatakan lembaganya saat itu menerima surat perintah dari Kementerian Keuangan agar ada pengiriman kondensat ke PT TPPI. “Kami tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Amien,” Bareskrim seharusnya bisa menyelidiki alasan di balik terbitnya surat itu.”
Badan Reserse Kriminal Polri yang tengah mengusut kasus ini berencana mendalami surat tersebut. Pintu masuknya, selain dari laporan BPK 2012, menurut Direktur Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Victor Simajuntak, dalam waktu dekat penyidik akan memeriksa petinggi SKK Migas yang mengetahui ihwal surat itu. Penyidik, kata Bareskrim, belum mengagendakan pemeriksaan Sri Mulyani, kini Direktur Pelaksana Bank Dunia. “Tentu semua sisi perlu dikembangkan berdasarkan pada fakta yang ada saat ini,” ujar Victor.
Dalam kasus ini, polisi sudah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Djoko Harsono; Honggo Hendratno, bekas Direktur Utama PT TPPI; dan Raden Priyono, Kepala BP Migas periode 2008-2013. Ketiganya dijerat dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang dan dugaan tindak pidana pencucian uang.
Dihubungi melalui surat elektronik, Sri Mulyani tidak membenarkan atau membantah surat persetujuan tersebut. Dia kepada Tempo mengatakan saat itu, sebagai bendahara negara, dirinya hanya mengelola aset demi menjaga kepentingan dan memperbaiki seluruh kondisi dan aset negara. “Setahu saya semua pihak atau instansi yang terlibat adalah milik negara,” ujarnya. TPPI, kata dia, sebagian besar sahamnya dimiliki negara melalui Perusahaan Pengelola Aset.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku tak tahu-menahu soal kasus itu. Ia juga memastikan belum ada pejabat di Kementerian Keuangan yang akan dan sudah dipanggil polisi terkait dengan kasus itu. “Belum ada,” katanya singkat.
SINGGIH SOARES | PINGIT ARIA | ISTMAN MP |RR ARIYANI | ANTON A