TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung menyatakan akan mengkaji putusan hakim sidang praperadilan Hadi Poernomo, Haswandi, yang mempersoalkan keabsahan penyelidikan dan penyidikan kasus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, selama ini Mahkamah tak pernah mempermasalahkan kasus dari KPK. Mahkamah selalu memvonis terdakwa korupsi bersalah dan, bahkan, memperberat hukuman mereka.
Menurut juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, Mahkamah bisa mengoreksi putusan tersebut. “Nanti Ketua MA yang menentukan apakah perlu dikeluarkan regulasi seperti Surat Edaran Mahkamah Agung atau tidak. Untuk saat ini, kami belum terima salinan putusannya,” ujar Suhadi Rabu 27 Mei 2015.
Hakim Haswandi memenangkan permohonan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo, tersangka penyalahgunaan wewenang dalam mengabulkan keberatan pajak PT Bank Central Asia. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu menyatakan proses penyelidikan, penyidikan, dan penyitaan oleh KPK tak sah karena penyelidik dan penyidik komisi antikorupsi ilegal. “Penyelidik dan penyidik pada KPK diangkat tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Haswandi dalam persidangan.
Sebagian penyelidik dan penyidik kasus Hadi Poernomo memang bukan anggota Polri. Salah seorang penyelidiknya adalah Dadi Mulyadi, yang sebelumnya auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Adapun salah satu penyidiknya, Ambarita Damanik, mundur dari Polri sejak November 2014.
Suhadi, yang juga hakim agung, mengatakan putusan Haswandi tak mempengaruhi proses hukum kasus korupsi di Mahkamah. Alasannya, selain tak menganut asas preseden, yakni putusan seorang hakim harus diikuti oleh hakim lain, proses hukum di Mahkamah sudah masuk ke pokok perkara. “Keabsahan penyelidik dan penyidik itu kan dipermasalahkan di praperadilan,” ujar Suhadi.
Menurut pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, putusan Haswandi mengandung kekhilafan. Pertama, putusan Haswandi melebihi permohonan Hadi Poernomo alias ultra petita. Hadi meminta agar status tersangkanya dianggap tak sah. Tapi hakim memerintahkan KPK menghentikan penyidikan. “Tegas dan jelas Undang-Undang KPK tidak memperkenankan KPK menerbitkan surat penghentian penyidikan,” ujar Indriyanto.
Kedua, Haswandi menganggap penyidik KPK harus berasal dari kejaksaan dan kepolisian, serta belum pensiun ataupun berhenti dari instansi asalnya. Khusus penyelidik, mesti berasal dari polisi. Padahal, menurut Indriyanto, KPK berwenang mengangkat penyelidik dan penyidiknya sendiri sesuai dengan Undang-Undang KPK. Bahkan beleid itu didukung peraturan pemerintah soal alih status polisi atau jaksa yang ingin sepenuhnya menjadi pegawai KPK.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menilai putusan Haswandi secara tidak langsung mendelegitimasi status penyidik pegawai negeri sipil yang ada di sejumlah lembaga, seperti Kementerian Kelautan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Direktorat Pajak. “Selama ini kan banyak lembaga peradilan yang memproses kasus pidana yang diajukan bukan oleh polisi dan jaksa. Apa iya ribuan kasus yang mereka tangani harus telantar?” katanya.
ISTMAN MUSAHARUN | RIKY FERDIANTO | ANTONS