TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi bisa makin tak berdaya. Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah, melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, terus mendorong revisi Undang-Undang KPK.
Jusuf Kalla meminta agar kewenangan KPK dibatasi. “Suatu kewenangan memang harus ada batasnya, bukan berarti KPK punya kekuasaan yang tidak ada batasannya, tidak bisa ada kekuatan yang mutlak,” kata Kalla di Jakarta, Kamis 18 Juni 2015.
Dia pun meminta ada pengawasan terhadap KPK. “Yang terpenting, bagaimana mengukur tanggung jawabnya.” Walau begitu, Kalla membantah bahwa revisi tersebut bakal melemahkan KPK. “Saya yakin yang namanya perbaikan bukan untuk mengurangi peranan KPK, tetapi untuk memperbaikinya.”
Yasonna menyatakan sejumlah kewenangan KPK bermasalah. Di antaranya soal penyadapan dan penuntutan. Menurut Yasonna, penyadapan semestinya dilakukan pada saat penyidikan atau pro justitia agar tak melanggar hak asasi manusia. Ihwal penuntutan, Yasonna berpendapat, kewenangan ini perlu diselaraskan dengan Kejaksaan Agung, yang memiliki tugas serupa.
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK masuk Program Legalisasi Nasional Prioritas 2015, meski sebelumnya tak termasuk dalam target pengesahan undang-undang tahun ini. Undang-undang itu masuk berdasarkan hasil rapat Menteri Yasonna dengan Badan Legislasi DPR pada Selasa lalu.
Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, menganggap lembaganya akan lemah bila penyadapan dibatasi hanya dalam tahap penyidikan. Menurut Indriyanto, sesuai dengan Undang-Undang KPK, komisi antikorupsi bisa memperoleh alat bukti untuk menjerat tersangka dengan penyadapan dalam tahap penyelidikan. “Kalau penyadapan pindah ke tahap pro justitia, ini adalah bagian untuk mereduksi kewenangan KPK,” kata Indriyanto. “Maka, kewenangan penyadapan KPK runtuh semua.”
Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, yang tadinya getol mendorong amendemen, juga menyatakan tak setuju bila revisi ditujukan untuk melemahkan KPK. “Apa pun pasalnya, bunyinya jika bermaksud melemahkan pemberantasan korupsi, kami tak akan setuju,” kata Ruki. Dia meminta agar revisi ditunda hingga ada sinkronisasi dengan sejumlah rancangan undang-undang di bidang hukum yang kini masih terbengkalai di DPR.
Adapun Istana menyatakan tak bermaksud mengubah Undang-Undang KPK. Menteri Sekretaris Negara Pratikno memastikan usulan itu datang dari DPR. “Presiden tak ada rencana untuk merevisi UU KPK,” katanya, dua hari lalu.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Benny Kabur Harman menyatakan revisi Undang-Undang KPK sangat mendesak. Namun DPR belum memastikan pasal mana saja yang akan dirombak, termasuk soal penyadapan. “Ini drafnya saja belum ada. Kami masih menerima segala masukan,” kata Benny.
INDRI MAULIDAR | TIKA PRIMANDARI | FAIZ NASHRILLAH | MUHAMAD RIZKI | ANTARA